Situs Felix Dass

Menu Skip to content
  • Tentang Felix Dass
  • Journals
  • Proyek Jakarta
  • Mixtape
  • Music Review

Tag: the secrets agent

January 4, 2016January 31, 2016 Felix Dass

Menyelenggarakan Konser AriReda di Taman Ismail Marzuki – 26 & 27 Januari 2016

Joyland Festival 2019 rasanya punya sesuatu yang asing kita temui belakangan ini, perasaan hangat dalam setiap sudutnya. @ferrydermawan dan @lintangsunarta berhasil membawa kebaruan untuk #Jakarta. Kota ini punya persaingan yang begitu kencang untuk perkara bikin festival. Alih-alih bertempur di kolam itu, mereka memulai (kembali) sebuah inisiatif untuk menciptakan pengalaman yang menyentuh bumi dan akan tinggal lama di kepala. Angka penonton mungkin sedikit, tapi kami-kami yang ada di dalam festival ini punya pengalaman yang mungkin akan mengular ke mana-mana dalam bentuk cerita. White Peacock adalah area favorit. Reda Gaudiamo, Frau dan Nonaria main di tenda kecil yang berpendingin ruangan dan intim ini. Tapi toh, bikin festival bukan tentang kompetisi. Bikin festival ya karena ingin bikin. Semoga tidak lagi absen tahun depan. Semoga napasnya panjang. Mengutip Morgue Vanguard di lagu kolaborasinya dengan The Brandals, "Yang kota ini butuhkan adalah kewarasan massal." Jakarta sesak event dan kebanyakan membosankan. Joyland Festival 2019 adalah satu dari sedikit yang mencerahkan. Kepsir!
New adventure in hi-fi pt. 327: @utayutay for #joylandfest19.
Kesenian ya gitu-gitu aja. Tambah dramatis karena bantuan filter Instagram. Sama udara lembab paska hujan deh. #joylandfest19
Teman-teman, @joylandfest berlangsung 7-8 Desember 2019 di Lapangan Panahan, Senayan. Hari ini, saya mulai loading instalasi milik @utayutay. Selain itu, akan ada @reda.gaudiamo yang juga beraksi. Itu yang berkaitan personal. Yang tidak personal, banyaknya minta ampun. Ini festival yang spiritnya jarang ditemui di #Jakarta. Ambisi seperlunya, fokus pada penciptaan rasa dan untuk semua umur. Informasi penampil ada di akun resmi, sudah diumumkan semua detailnya. Tiket masih bisa didapatkan. Sampai jumpa. Semoga alam bersahabat. Kalau mau break jalan kaki sepanjang festival nanti, saya juga bersedia diajak. Yugs.
Semenjak diumumkan, gerak cepat beli tiket langsung dilakukan. Saya langsung mengamankan dua tiket, untuk diri sendiri dan @utayutay. Kebetulan, kami memang penggemar berat. Sudah wanti-wanti juga dengan jadwal. Si mbak sedang sibuk mempersiapkan instalasinya di @joylandfest. Jadi, gocak-gocek waktu penting. Di hari H, saya memutuskan untuk kode-kode ngecek kapan Hindia naik panggung. Diberi tahu, bahwa pertunjukannya akan dimulai 20.30. “Okelah, aman berangkat dari Wijaya pukul 19.30,” pikir saya. Lalu kemudian, hujan deras datang. Rencana naik motor harus diubah. Ganti mobil. Jalanan lancar, lalu kemudian putus di tikungan terakhir. Serangan hujan yang durasinya baru sejam. “Nggak bisa lewat, bang. Banjir. Harus muter lewat depan,” kata si akamsi yang membantu mengelola lalu lintas yang mendadak padat. Supir Gocar menolak muter, karena memang kusut. Akhirnya, harus pesan ojek motor. Menunggu lama karena kondisinya baru bubar hujan besar, masih menyisakan rintik-rintik. Waktu terbuang sekitar 45-60 menitlah. Sampai di Studio Palem, pertunjukan sudah dimulai. Kelewatan dua babak. Pelajaran penting nomor satu sudah diamalkan; beli tiket. Pelajaran kedua suka dianggap remeh; tidak menghormati set times yang sudah ditentukan dan diumumkan oleh penyelenggara. Yah, namanya manusia, selalu punya pelajaran yang prosesnya harus disesali terlebih dulu. Konsernya? Yah, sudahlah, nggak usah diceritakan. Nanti bikin ngiri. Yang jelas, saya masih bisa menyaksikan Rumah ke Rumah dengan utuh. Saya (dan sepertinya Ruth mengamini ini), senang. Besok semoga nggak pernah kelewatan lagi. Yang paling penting ini: Alam tidak pernah salah. Ia yang punya semesta ini. Ia yang paling bebas menentukan menu cuaca.
Yang paling kiri, @andy_bule. Sebelahnya @widijastoro_nugroho. Keduanya atasan di AirAsia Indonesia dulu. Dulu, mereka orang musik. Tapi musik yang beda mazhab dengan saya. Seringkali, kalau pas saya putar musik di ruangan kerja kami yang super kecil di Terminal 1 Soekarno-Hatta pasti ada yang komplain, "Apaan sih nih, Lix?" Giliran mereka yang nyetel, buru-buru saya pasang earphone. Yang kiri banyak muter jazz ala om-om, yang tengah muter dance yang bawaannya bikin (dia pengen) joget mulu. Yah, namanya juga relasinya dulu berdasarkan kuasa, ngalah aja. Tapi tadi malam, ketemu di konser U2 di Singapura. "Akhirnya ya, musik kita ada garis tengahnya," ujar saya. Konsernya intens, terutama pas bagian the Joshua Tree dimainkan secara utuh. Jadi, mengerti juga kenapa ada orang yang rela cuti dari hidupnya untuk keliling mengikuti U2 tur. Padahal mainnya juga lagu yang itu-itu aja. Nanti malam saya berangkat lagi buat ronde dua. Yang kiri sama tengah sih kayaknya pulang, mungkin mau marah-marah lagi sama anak buahnya besok. Haha.
Musim ini, Bob Paisley berusia 100 tahun. Manager paling sukses Liverpool FC ini --kalau parameternya jumlah gelar-- dirayakan dengan sangat baik. Sepanjang tahun berbagai macam koleksi merchandise termasuk kit resmi dirilis dengan mengandung perayaan akan kesuksesannya dulu. Salah satunya yang saya gunakan ini, sepatu lari New Balance yang sangat fungsional dan cantik. Senada dengan kit ketiga tim tahun ini. Sudah beberapa hari dipakai jalan tiada henti, tetap nyaman. Tapi sayang, tahun ini New Balance berakhir kontraknya. Liverpool FC memutuskan untuk mengambil tawaran Nike yang jauh lebih besar. Nike bukan merk apparel yang masuk di hati, untuk saya. Jadi, tidak pernah membayangkan barang-barang begini akan hadir di masa depan. Adidas dulu ciamik, Reebok ciamik, Warrior masih ok kendati semenjana, New Balance cakep. Tapi Nike? Waduh. Tentu, harus ditunggu bersama. Selamat pagi! Selamat menyaksikan Liverpool yang berlari kencang. Semoga tahun ini finish pertama. #YNWA #LFC
Tadi malam lagi jalan santai sambil dengerin @podcastboker di trek andalan, tiba-tiba dipanggil, "Gaannnn!" Ternyata @riofarabi si admin Parholong. Dia sih lari, saya mah setia jalan. Lalu foto deh. Kami lumayan sering menggunakan trek ini. Baru sekali ini ketemu tapinya. Dia beraksi bersama @astrid_rosiana. #Jakarta perlu diperjuangkan. Kata @stereophonicsofficial di lagu Rewind, "Because change, is ok. What's the point in staying the same?" #cumapamerfotopakekutang
Hari Senin yang lalu, di tengah malam, saya dan @utayutay dipaksa menembus jarak untuk mengantar Foggy, anjing tua yang sudah jadi bagian keluarganya, ke UGD Rumah Sakit Hewan Jakarta. Ini kunjungan kedua dalam dua hari ke dokter, yang pertama ke rumah sakit. Ia susah napas dan tidak mau makan serta malas bergerak. Biasanya kalau kami pulang, ia langsung menyambut dan melompat-lompat. Tapi, saat itu tidak. Rebahan saja sambil tersengal-sengal napasnya. Keputusan membawanya ke rumah sakit diiringi ketakutan. Takut dia liwat. Huh. Begitu diperiksa, ada masalah di jantung dan paru-parunya. Kena serangan. Harus dirawat beberapa hari kata dokter. Tadi pagi, kami bezoek. Dia sudah kembali centil, meski belum waktunya dibawa pulang. Kami sedang negosiasi (dalam hati) dengan takdir. Semoga ia kembali cespleng, terus punya energi dan bisa hidup sepanjang mungkin. Maklum, cinta.
Menari dengan Bayangan baru akan dirilis tanggal 29 November 2019 yang akan datang. Tapi, buat saya, setelah mendengarkannya secara utuh tadi malam, sudah bisa menyebutnya sebagai album terbaik 2019. Begitu banyak lagu bagus di dalamnya. Persis sesuai ekspektasi. Terima kasih sudah diajak mendengarkannya lebih dulu. Album ini membuat saya menulis kembali di felixdass.com. Haha. Link ada di bio. Cek sendiri. Setelah karya utuh ini, buat saya @wordfangs beda; ia lebih jauh dari sekedar presentasi musik yang bisa kita lihat dan nikmati (juga benci) bersama-sama. Ia perlu digali. Selamat mencoba. Two more sleeps! Kepsir, Gan Baskara dan geng @suneatercoven.
Di bulan ketiga, metode menyenangkan ini jadi primadona; steam. Atau kukus dalam Bahasa Indonesia. Tadi malam, saya beli sosis Kemchick yang kesohor itu. Sudah rindu makan yang itu. Toh, ia diisi daging cincang. Agak ribet, harus cari yang ukurannya sesuai. Sengaja pilih yang sapi dan sudah diisi lada di dalamnya. Sedari awal sudah direncanakan untuk disteam. Sosis disteam? Kenapa tidak? Campur pakcoy, geprekan bawang putih plus tiga ruas daun mint sisa sesi gin and tonic @utayutay dan @raniiibaby yang saya tampung. Sebagai bumbu, dicampurlah gilingan cabai kasar, kecap, perasan jeruk dan bawang merah diiris tipis. Ini namanya pletok makanan, tidak pakai skill masak. Hanya mengandalkan kualitas material yang cihuy. Gaya eropa yang bersandar pada material, bukan bumbu. Jadilah bagian #felixmasakmasakcrotcrot yang berikutnya. Tapi tuh sosis Kemchick emang jahanam sih enaknya. Haha.
Beberapa tahun belakangan, salah satu klien, membuat saya pergi mengunjungi banyak sekali festival di banyak tempat di negeri ini. Ada banyak kota yang akhirnya masuk ke daftar pengalaman, berikut aktivitasnya. Plus juga, jadi belajar dari banyak cerita yang ditemui masing-masing festival itu. Kemarin dikirim ke the 90's Festival di Kemayoran. Dekat dari rumah, tidak perlu pergi ke luar kota. Lalu bertemu dengan band ini. Ketika menyaksikan mereka main, tiba-tiba memori mengundang mereka main di Kolese Gonzaga (1998) dan Pasar Malam Kampus Tiga Fisip Unpar (2003) dulu, muncul. Waktu berlalu tanpa terasa. Coba tebak bandnya apa. Haha.
Yang ada di hidup beberapa bulan terakhir. EP yang cakep amat, made in Tangerang. Bandnya @high_therapy. Check 'em out. Ada track yang menampilkan @tuantigabelas, judulnya School of Hardknock. Cakep banget lagunya.
Jadi, tadi ikutan pengumuman #raisaGBK2020. Kami akan mengerjakan salah satu produk dokumentasi pertunjukan di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Sabtu, 27 Juni 2020. Semoga, niat kolektif membuat sejarah lancar menemui kenyataannya. Difoto oleh @barlianyoga, yang jadi project manager. 2020 akan sangat menyenangkan.
Dialog. Terus dicemplungin.
Melihat asu-asu Jogja bekerja. Pertunjukan Frau di Ngayogjazz 2019 baru berlangsung kemarin Sabtu (16/11). Di sana, ia memainkan Ndherek Dewi Maria, komposisi devosi milik Gregorius Djaduk Ferianto yang berpulang Rabu (13/11). Lani memainkan lagu itu sebagai tribute personal bagi Djaduk. Setelah peristiwa terjadi di Kwagon, dengan cekatan semua menjahit diri jadi satu. Izin penggunaan dimintakan ke keluarga. Videografer Krisna Putranto mengedit materi visual yang ia rekam. Sound engineer Yossy Herman Susilo memix hasil rekaman livenya. Dini hari tadi, file audio masuk. Beberapa jam yang lalu, file video final masuk. Manajer Adi Adriandi mengupload dan memastikan semuanya siap. Pukul 18.00 WIB tadi dirilis di Youtube. Supaya pas dengan waktu Doa Malaikat Tuhan. Kesigapan ini jadi fragmen akhir perjalanan ke Jogjakarta kali ini. Masing-masing orang di cerita ini mengajarkan; Bahwa bensin dari kehidupan adalah cinta kasih dan terjemahan ketulusan yang kemudian mengikutinya. Gambar ini diambil di kamar Adi Adriandi, tadi sekitar pukul 17.10-an. Videonya: Asu! Cantik banget. Tapi awas, bikin singup. Link ada di bio.
Jika orang berjibaku di sore hari, kami memilih bergunjing tentang musik yang penuh dengan statistik.
Kadang, suka muncul pertanyaan, "Apa betul kita perlu terus menerus membangun beton?"

Categories

Create a free website or blog at WordPress.com.
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy