Jika sebelumnya, Toko Musik sudah mulai proses pengambilan gambarnya, maka sekarang giliran Soundstage. Keduanya adalah program yang digarap dengan napas merekam banyak talenta bagus di scene musik independen.
Dua seri ini adalah produk awal hasil kolaborasi yang dihasilkan dari pekerjaan saya sebagai konsultan di Soundquarium, salah satu qube (semacam channel) di Qubicle. Apa itu Qubicle? Silakan langsung cek www.qubicle.id.
Sejak menggodoknya bersama tim Soundquarium beberapa bulan belakangan ini, ide-ide baru muncul. Kami berdiskusi, melihat mana yang feasible dari kacamata beberapa faktor produksi. Jadi lebih mudah karena semangat untuk mendokumentasikan banyak hal seolah senada, kendati motifnya bisa saja berbeda.
Satu napas yang kami anut secara segaris adalah kemauan untuk mengeksplorasi banyak hal baru. Kami sama-sama belajar, mencari titik tengah expertise masing-masing. Seru sih di perjalanannya.
Toko Musik adalah yang ide kolaboratif pertama kami yang diputuskan untuk dieksekusi. Sekedar cerita, Toko Musik ini nantinya akan menampilkan banyak sekali review rekaman-rekaman menarik di scene independen. Tapi, yang digunakan adalah sudut pandang pedagang, mereka yang sehari-hari berinteraksi dengan konsumen penikmat musik. Hampir semua orang yang ada di target kami menjalankan bisnis toko rekaman independen.
Orang-orang ini adalah area yang belum banyak disentuh oleh proses pendokumentasian. Padahal, mereka menjadi salah satu pelaku penting keberlangsungan seluruh ekosistem scene independen. Kalau tidak ada mereka, proses mendapatkan karya menjadi sulit.
Ukuran pelaku yang akan kami ajak ngobrol juga akan berbeda-beda, mulai dari Omuniuum dan Warung Musik yang kelasnya nasional sampai sejumlah pelapak lokal yang memang punya kontribusi tidak main-main.
Di dalam reviewnya, secara teknis kami akan memasukan faktor yang sering tidak disentuh orang ketika mengulas rekaman; “Kalau laku, berapa banyak sih lakunya?”
Secara tidak langsung, program Toko Musik juga akan membongkar seberapa besar potensi ekonomi yang dimainkan oleh scene independen sehari-hari. Secara pribadi, itu jadi hal penting untuk saya, guna diungkapkan kepada orang banyak.
Scene independen beberapa tahun terakhir memang memberi banyak belokan fakta menarik yang menunjukan bahwa sektor industri yang ini punya kontribusi ekonomi yang sangat besar untuk orang-orang yang hidup di dalamnya.
Setidaknya –ini hitungan kasar, belum begitu punya dasar— ada sepuluh band raksasa di scene independen. Mereka rata-rata punya catatan manggung sebanyak lebih dari lima puluh sepanjang satu tahun kalender. Bayangkan kalau sekali main, mereka dibayar Rp.30.000.000,00. Berarti sudah Rp.1.500.000.000,00 kan penghasilan kotornya selama setahun? Sudah tidak bisa main-main tuh. Dan salah satunya yang menunjang mereka bisa sampai ke titik itu adalah karya rekaman yang sudah dihasilkan.
Itu tentang Toko Musik. Lalu ada juga satu program lainnya yang baru coba dieksekusi pada hari-hari tulisan ini dibuat. Namanya Soundstage. Soundstage adalah sebuah program dokumentasi yang akan merekam banyak band menarik di sejumlah daerah. Yang jadi pilot adalah Jogjakarta, kota yang selalu punya cerita hebat tentang talenta-talenta lokalnya.
Akan mirip-mirip dengan #LOKALwisdom, tapi tidak terlalu deep penggarapan wawancaranya. Karena memang yang diinginkan adalah membuat profil band-band yang digarap. Plus, kalau di #LOKALwisdom, band-band yang ditampilkan adalah mereka yang sudah punya karya, maka di Soundstage, tidak harus. Yang satu profiling, yang satunya lebih ke menangkap isu apa yang sedang terjadi dengan mereka di satu periode waktu tertentu.
Jadi, konsepnya diramu dari kiri kanan; studio gig ala anak punk rock, wawancara ala Marshall Headphones: On the Road dan pendekatan video ala Sounds from the Corner. Katanya, “Good artist steals”. Jadi, itulah yang kami coba lakukan. Haha. Sudah ada bayangan eksekusinya seperti apa, tapi mari kita lihat jadinya seperti apa.
Di program ini, selain mengonsepkan ide awal, saya juga akan menjadi pembawa acaranya. Kayak orang bener ya?
Kami tidak bisa menunggu talenta-talenta bagus ini datang ke Jakarta. Dan bisa jadi, tidak perlu juga. Lebih baik, kami yang berkeliling.
Ada rencana banyak mengikuti Soundstage di belakang. Masih penggodokan, tapi belum bisa dibongkar di sini. Yang jelas, ada banyak kepentingan bermain dan semuanya sepakat bahwa pendokumentasian adalah dasar dari segalanya. Di edisi perdana, kami akan merekam empat band; Seahoarse, Sungai, Zoo dan Risky Summerbee and the Honeythief.
Tiga nama pertama akan bersatu di dalam sebuah gig yang dibuat khusus untuk kepentingan perekaman aksi live mereka, sementara yang terakhir akan dibuatkan sesi tersendiri karena jadwal yang bentrok.
Senang sekali sih melihat ini bisa bergulir. Semoga umurnya panjang dan kami bisa merekam banyak video bersama-sama. Sekarang, permisi dulu. Tulisannya harus dihentikan di sini. Maklum, jadwal shooting menanti. *Kampring* (pelukislangit)
Sagan, Jogjakarta
20 April 2016
08.50
Inspiratif.