Another Night to Remember: The Upstairs X Goodnight Electric di A Create Jakarta 2016

“Oomleo masih di Gojek katanya barusan,” kata Gepeng, manajer Goodnight Electric pada Jimi Multazham dan Henry Foundation (Batman) yang duduk bersama sejumlah orang di ruangan depan Beatspace Studio di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Waktu sudah menunjukan pukul 21.40-an, nyaris dua jam sejak waktu latihan The Upstairs X Goodnight Electric dijadwalkan.

Para personil Goodnight Electric memang dijadwalkan untuk datang belakangan. Sebelumnya, para personil The Upstairs sudah memanaskan diri mereka terlebih dahulu. Tapi Jimi memilih untuk ada di luar, bercengkerama. Ada rahasia yang disimpan.

“Ini kali ketiga kita kolaborasi ya, Jim?” tanya Batman pada Jimi.

“Terakhir waktu Icema kan ya?” Bondi Goodboy menimpali.

Jimi tidak menjawab, tapi Batman terus memanggil ulang memorinya. “Dulu pertama kali di Kresikars, acaranya anak 82. Tapi itu kapan ya? 2007 kali ya?” tanyanya lagi pada yang lain. Hanya sekedar meminta konfirmasi.

“Gue sebenarnya agak milih untuk kolaborasi. Dulu pernah ditawarin sama seorang penyanyi yang nggak nyambung banget. Jadi, gue disuruh nyanyi lagu dia apa. Anehlah pokoknya. Jadinya maksa. Sementara kalau sama The Upstairs, kayaknya kita nggak maksa sih. Bisa masuk-masuk aja,” lanjut Batman.

“Tapi gue sempet nanya sama dia, ‘Bener nih, Bat?’ Haha. Ya tapi bener sih, kita juga pernah mengkover lagunya Goodnight Electric,” timpal Jimi yang mendadak tidak diam.

Obrolan berkembang. Mulai dari gosip perempuan sampai bahasan tentang video live The Cure yang direkam tahun 1979. Robert Smith belum penuh make up dan untuk jamannya, video itu revolusioner.

Dan begitulah interaksi mengalir antara sejumlah kawan lama yang disatukan ruang dan waktu karena musik.

The Upstairs dan Goodnight Electric adalah dua nama yang tersisa dari gelora scene independen Jakarta di pertengahan 2000-an. Terlepas dari seluruh fragmen cerita yang mereka jalani, kedua band ini masih tetap ada di arena. Keduanya punya penggemar fanatik yang banyak dan menyandang gelar (bekas) raja pensi. Mayoritas berkenalan dengan mereka di usia belasan, masa-masa SMA. Mungkin sekarang rata-rata first jober atau orang-orang yang sudah jadi bagian kelas pekerja.

P1040357

Belum ada karya baru yang mereka rilis belakangan ini.

“Eh, tapi Goodnight Electric memang tidak punya niat untuk merilis karya baru,” ujar Batman memberi pembelaan suatu kali di tengah-tengah rangkaian Radio of Rock Tour Serial 2 yang berlangsung di lima kota bulan Februari 2016 lalu.

Batman mengakui bahwa setelah era supersibuk di mana mereka menjalani puluhan panggung dan diendorse Adidas, Goodnight Electric sempat menulis materi baru. “Tapi ya terhenti aja. Sekarang gue pribadi passionnya sudah nggak di musik,” lanjutnya.

Kehilangan selera membuat lagu-lagu itu belum punya kelanjutan. Beberapa panggung terakhir Goodnight Electric setahun terakhir pun selalu berurusan dengan RURUradio, tempat di mana Oomleo punya hak veto untuk memaksa teman-teman sebandnya kembali ke gelanggang dan memainkan musik mereka.

“Main itu sebenarnya ya karena Oomleo. Kalau nggak gara-gara dia, mungkin kita juga nggak mau main lagi. Fokus orang-orangnya sudah nggak di musik,” tambahnya, mengulang. Atau menegaskan fakta yang telah disampaikan sebelumnya.

Sementara, di sisi lain, The Upstairs memang tidak pernah mati. Hanya saja, sempat jarang manggung karena diguncang banyak gelombang yang dimensi konfliknya macam-macam. Dua orang otak utama band, Jimi dan Kubil Idris, tetap punya komitmen yang sama untuk menjalankan band ini.

Setelah berhasil menata ulang formasi dan mengasah ingatan kolektif tentang materi-materi lama mereka, band ini mulai sering main di sekitaran. Termasuk memanggil pulang penyanyi perempuan lama mereka, Rebecca Theodora.

Beberapa pekan yang lalu, mereka merilis ulang album Matraman, sang penanda jaman, yang aslinya dirilis tahun 2004. Sekarang, album itu sudah berusia dua belas tahun. Matraman membuat The Upstairs memupuk benih untuk menjadi besar. Line up mereka waktu itu masih diperkuat Alfi Chaniago dan Beni Adhiantoro yang kini telah meninggalkan musik.

P1040365

Merilis ulang Matraman dan aktif kembali bermain di panggung berarti menunjukan kepada orang bahwa The Upstairs ada dan baik-baik saja. Jika kemudian Jimi punya Morfem serta mengaktifkan kembali Bequiet –juga kebetulan melibatkan Batman sedari awal— atau Kubil bereksplorasi dengan Indische Party, itu jadi hal lain. Ada kapal besar yang terus harus berlayar.

Fakta bahwa Goodnight Electric dan The Upstairs tetap ada di sekitar kita, mungkin harus disyukuri. Walau hanya sebatas koridor nostalgia.

P1040381

Latihan malam itu diteruskan. Oomleo baru muncul beberapa puluh menit kemudian. Ia datang tergopoh-gopoh dan tidak perlu waktu lama untuk bisa masuk ke dalam ritme yang lain yang sedang sibuk mengulik Antah Berantah, single legendaris milik The Upstairs, yang akan dimainkan bersama-sama.
***

“Jimi itu public speaker, friend. Udah ada tanda-tandanya dari dulu,” seloroh Ricky Malau dari samping panggung A Create di Gudang Sarinah Ekosistem, 17 April 2016 kemarin. Malau adalah sahabat dekat Jimi, mereka melihat banyak peristiwa bersama-sama.

Kami sedang menertawakan microphone Jimi yang mati. “Liat nih, dia ketok dulu baru nyala,” lanjut Malau. Benar saja, setelah diketok ke salah satu bagian panggung, microphone itu menyala.

“Duh, kendor tuh mic-nya,” Shekill, teknisi gitar White Shoes and the Couples Company dan The Adams yang ada di sekitar kami berdua nimbung. Teknisi The Upstairs menyadari hal yang sama, ia langsung sigap menempelkan lakban di microphone tersebut. Tapi, masalah yang sama berulang kembali dua kali. Jimi pun mengucapkan kata makian khas yang membuatnya selalu menarik untuk disaksikan di atas panggung. Sayang tidak terdengar oleh orang banyak.

Kami yang berada di sisi panggung tertawa lebar.

P1040424

“Liat tuh, Lix, Kubil. Anteng banget dia. Kalau kacamatanya dibuka, pasti matanya merah,” canda Shekill lagi. Merah karena banyak minum anggur, ritual khasnya yang masih terus digenggam erat sampai hari ini ketika manggung.

Kubil memang anteng di sisi kanan Jimi. Diam dan hanya bergoyang sembari memainkan petikan mautnya yang selalu jadi penanda lain ciri khas The Upstairs selain keflamboyanan Jimi.

“The Upstairs itu ya Jimi sama Kubil, friend. Nggak pernah berubah,” timbrung Malau sambil sesekali melakukan gerakan air guitar. Kami tertawa lagi.

Kendati main di panggung berpenonton ribuan orang, selalu ada sisi hangat ketika menyaksikan band yang disukai bersama sejumlah teman baik. Hanya skalanya saja yang berubah. Semua singkupnya sudah template dan tetap menarik kendati tahu bahwa itu bukan hal yang baru.

Panggung besar model A Create ini, sebenarnya menantang kapasitas seorang musisi di atas panggung. Proses, jadi kunci penting untuk penguasaan panggung. Eksplorasi yang maksimal, bisa didapatkan dari jam terbang tebal yang ada di kantong.

Kreativitas murni diperlukan untuk bisa menguasai orang banyak dan tetap memesona di saat yang bersamaan. Dan itu, bukan kemampuan yang jadi milik semua orang. Perlu sosok-sosok spesial yang rela mendedikasikan waktu mereka untuk mengulik sudut-sudut panggung nan besar dan megah. Proses, proses, proses.

Fakta pengingat itu, seolah menjadi inspirasi yang nyala sepanjang masa bahwa untuk menjadi besar, semua fase harus dilalui dengan senang hati. Tidak ada yang instan. Ini adalah rumus yang selalu diulang di berbagai macam disiplin seni. Bahwa panggung memang diciptakan untuk dijalani dengan berbagai macam tantangan.

Sedikit keluar dari musik, di A Create kemarin, berbagai macam lapisan tahapan karir mendapat porsinya masing-masing. Selain The Upstairs X Goodnight Electric, proses kolaborasi ada di mana-mana, dengan latar belakang yang berbeda-beda. Ruangan maha besar yang begitu luas itu, jadi rumah sehari untuk banyak karya menarik. Mulai dari pemain liga kecil yang baru mengawali karir sampai pemain besar yang dipanggil beraksi untuk kawin di atas panggung.

Jimi (dan kemudian Batman) ada di liga besar itu. Perjalanan panjang mereka bersama The Upstairs dan Goodnight Electric memberikan bekal mumpuni.

Secara spesifik, mereka mampu menciptakan aksi panggung yang seolah biasa dilakukan tapi sebenarnya tidak biasa dilihat oleh penonton. Jadinya lebih ke “panggung besar ok, panggung kecil pun ok”.

Malau nyeletuk lagi, “Buat Jimi, itu ada bukunya, friend. Coba lo lihat, cara dia mengayunkan tangan, kayak udah bisa nebak, kan; mana bagian masuk, mana bagian penonton?”

Lagi-lagi, Malau benar.

Kalau dipikir, Jimi Multazham itu punya banyak wajah. Sampai hari ini, ia berhasil dengan baik membagi peran dan karakter ketika bermain dengan The Upstairs, Morfem atau Bequiet.

Tidak mudah untuk bisa jadi seperti itu. Semuanya punya porsi masing-masing. Jimi bersama The Upstairs adalah Jimi yang flamboyan. Biduan panggung yang bisa menyihir massa dengan celotehan serampangannya.

Set malam itu bertajuk The Upstairs X Goodnight Electric. The Upstairs akan memulai set lalu kemudian di tengah-tengah Goodnight Electric masuk dan mereka akan bermain bersama-sama sampai akhir. Itu konsep utamanya. Tapi, rahasia kembali dikandung. Memang, ada baiknya kejutan disimpan sampai benar-benar waktunya tiba untuk muncul.

P1040455

Pilihan lagu yang mereka tampilkan juga cenderung enak; ada Disko Darurat, Matraman, Terekam (Tak Pernah Mati), Percakapan –dengan versi yang berbeda dari dua versi yang pernah direkam— dan reinterpretasi Rocket Ship Goes By, lagu milik Goodnight Electric, yang memang pernah direkam oleh The Upstairs.

Goodnight Electric juga punya cara sendiri untuk menaklukan ribuang orang. Pendekatannya berbeda. Jika Jimi flamboyan, maka aura misterius Batman lebih berada di depan. Ia tidak banyak omong di atas panggung. Dua orang personil lainnya, Oomleo dan Bondi Goodboy juga lebih memilih untuk berinteraksi dengan alat mereka. Sibuk, fokus dan sesekali mengajak penonton untuk bergoyang.

The Upstairs begitu enerjik, sementara Goodnight Electric cool. Ketika keduanya berpadupadan, yang terjadi adalah kolaborasi yang enak dilihat. Sulit untuk menghentikan hasrat yang menghentak.

“Wah, ini nggak ada Risto nih. Kalau ada dia, pasti udah loncat,” kata saya pada Shekill. Orang yang kami maksud adalah Risto Rangga, road manager White Shoes and the Couples Company yang memang hobi crowd surfing. Shekill tertawa lebar, seperti biasanya.

Loncatan pertama ke tengah penonton yang sedang berteriak lantang, biasanya memancing orang lain untuk ikut melakukan hal yang sama. Provokasi, ibaratnya. Di lingkungan sekeliling, Risto adalah provokator yang baik.

Tapi rupanya, provokator tidak diperlukan hari itu. Di tengah-tengah lagu, Jimi memutuskan untuk loncat ke penonton. Mungkin api energi di dalam dirinya sudah sulit untuk dilawan. Tentu saja, penonton menangkapnya dengan sigap.

Aksi model begini menambah bumbu. Bisa jadi tidak ada yang bisa membantah bahwa The Upstairs X Goodnight Electric adalah pamungkas yang baik untuk hari panjang yang dipenuhi band-band favorit.

Semua orang yang ada di Gudang Sarinah Ekosistem hari itu punya ceritanya masing-masing. Hujan deras yang begitu besar menantang komitmen untuk datang dan bersenang-senang. Ia tidak sekali turun, tapi berkali-kali. Suara gemuruh muncul karena air dengan kecepatan tinggi berbenturan dengan atap seng nan kokoh. Mereka seolah tolak-menolak. Riuh rendahnya bisa diadu dengan suara musik yang juga menggelegar.

It’s another night to remember.

Jadi semakin kental membentuk memori karena untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, Rebecca Theodora, menyanyikan bagian terakhir The Supermarket I Am In. Single Goodnight Electric itu dirilis ketika ia masih menjadi bagian dari band tersebut. Jauh sebelum Oomleo dan Bondi Goodboy bergabung.

Buat saya dan banyak orang yang mendengarkan Goodnight Electric sedari awal karir mereka, mungkin itu jadi bagian paling mengejutkan dari pergelaran A Create 2016.

Mungkin, kolaborasi ini akan punya cerita lanjutan. Di akun Instagram resmi mereka, The Upstairs mengungkapkan bahwa mereka akan merilis split dengan Goodnight Electric. Entah benar atau tidak –jangan terlalu percaya sama musisi, mereka kebanyakan penganut paham janji-janji tukang jahit—. (pelukislangit)

Rumah Benhil, 18 April 2016
Penerbangan Jakarta-Jogja, 19 April 2016

*) Terima kasih buat DR atas pinjaman kamera ciamiknya

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

One thought on “Another Night to Remember: The Upstairs X Goodnight Electric di A Create Jakarta 2016

  1. Reblogged this on Plinkety Plonk, Bloggedy Blog and commented:
    A night to remember, and historic for many.
    Because you can’t deny the history both these bands have covered.

    Welcome back The Upstairs x Goodnight Electric!
    It’s like you never went away.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: