Malang mencuri hati. Kota ini, secara kolektif menunjukkan kalau mereka punya kualitas baik dalam menjalani hidup. Mereka tahu bersenang-senang, tetap santai dan hangat dalam berbagai macam hal.
Rombongan #radioofrocktourserial2 tiba di Malang setelah menunaikan perjalanan panjang dari Solo selama kurang lebih sepuluh jam. Lebih boros dari seharusnya. Kami melewati banyak potongan jalan yang bukan Jalan Nasional. Entah kenapa, tapi supir bus yang kami tumpangi mengaku bahwa mereka mengendalikan bus melewati banyak jalan alternatif. Tapi, sudahlah. Mungkin itu ganjaran yang harus kami bayar untuk mencapai kota yang paling mengesankan sejauh ini.
Kami melewati Kediri dan tanpa sengaja melintasi Stadion Brawijaya, kandang Persik Kediri yang pernah jadi juara Indonesia. Hitung-hitung, bonuslah dapat viewnya.
Tanpa bermaksud membandingkan dengan kota-kota sebelumnya, tapi Malang memang akhirnya punya tempat di hati yang begitu spesial. Padahal, seumur-umur, ini merupakan kunjungan pertama.
Saya dan Adjis Doaibu mampir ke Gajayana, stadion lama Arema Cronus, klub yang membuat Malang menjadi kota pertama di Indonesia yang disimbolkan dengan sepakbola. Arema adalah akronim dari Arek Malang.
Lalu, sejarah juga tercipta di kota ini. Lagu Biru milik Efek Rumah Kaca yang dimainkan di dalam set mereka di #radioofrocktourserial2 edisi Malang, merupakan koor paling lantang sekaligus khidmat yang menyuarakan mantra terbaik scene independen Indonesia yang berbunyi “Pasar bisa diciptakan”. Kalimat itu diulang-ulang dengan sangat patriotik seolah ingin memberikan pernyataan kepada orang banyak bahwa memang musik arus pinggir ini telah mengambil satu posisi penting.
Saya yakin, mereka yang ada di seberang sana akan merinding setengah mati kebelet ingin mengalami pengalaman yang seperti ini. Yang tentunya tidak bisa dirasakan karena cara bernapasnya beda frekuensi.
Ini videonya, maafkan kualitasnya yang lari kemana-mana. Dan jangan kaget ketika menyadari ada orang berbaju abu-abu terjun ke penonton. Itu saya.
Di sesi talks yang diselenggarakan di toko Ouval Research Malang, pengalamannya juga seru.
Diskusinya berjalan dengan sangat menyenangkan. Tanpa direncanakan, saya memprovokasi seorang penulis yang bekerja di Kapanlagi.com untuk meninggalkan profesinya dan mendedikasikan dirinya untuk scene independen lokal ketimbang mati-matian memperjuangkan band-band yang ia cinta ada di Kapanlagi.com. “Kamu mungkin lebih berguna apabila resign dari sana.” Malang memang spesial. Api di matanya begitu terang. Semoga kejadian.
Jahil sih. Tapi begitu adanya kan? Siapa yang membaca Kapanlagi.com hanya untuk mengetahui berita terbaru tentang scene independen sementara si penulis mati-matian untuk memasukan artikel tersebut lewat bersitegang dulu dengan editornya. Hehe.
Ini dua video lain dari pertunjukan malam tadi di Malang:
Dan ini:
Harus segera kembali ke Malang dan menjelajahi banyak hal menarik di kota ini. Semoga kejadian dalam waktu dekat. Ini foto-foto dari serangkaian kegiatan di kota itu. Oh, foto talks diambil oleh Agung Hartamurti dari iRockumentary yang juga merekam banyak gambar menarik dari tur ini. Silakan cek langsung situs mereka.















































Leave a reply to wcarmelita Cancel reply