Orang Asing dan Ingat Madrid

Dua tahun yang lalu, di Madrid, saya diundang untuk makan besar bersama sejumlah orang yang statusnya asing. Ruang dan waktunya intens; orang-orang berkumpul membawa makanan masing-masing, tuan rumah mendominasi menu dan mengatur siapa harus makan apa dan bagaimana gilirannya.

madrid_silva

Silva Gracia Simanjuntak, seorang perempuan Batak dan teman baik, berjasa banyak membawa pengalaman ala bule ini masuk ke dalam hidup saya. Makanan jadi punya peran sekunder. Tapi menghabiskan waktu bersama orang-orang berstatus asing itu, jadi punya cerita tersendiri. Pengalaman yang seru. Budaya hidup di Jakarta, tidak mengijinkan kejadian-kejadian model begini terjadi sering-sering.

Kota ini memaksa orang untuk mengagungkan individualisme. Sulit dibantah bukan? Jadi, bertemu orang asing dan kemudian menghabiskan waktu bersama mereka –kalau bonus, jadi berteman kemudian— bukanlah hal populer yang bisa dilakukan untuk mengisi kegiatan di sebuah hari Minggu.

Dengan latar belakang yang sama –kebetulan pula sama-sama hari Minggu—, perempuan Batak yang lain, Ruth Amerina Marbun, mengembalikan romantisme pengalaman itu. Dia partner saya sejak beberapa bulan ke belakang.

Di sisi kehidupan yang paralel, ia punya sekumpulan kolega penuh talenta yang biasa berinteraksi di Coworkinc. Coba cek situsnya. Komunitas ini, menjadi titik temu banyak orang dengan irisan profesi yang nampaknya menyenangkan.

cilandak_ruth

Sebelum mengenalnya, Eunice Nuh, seorang kawan yang lain, pernah mengajak saya nongkrong sore di sini. Tempatnya menyenangkan tapi waktu itu, belum pernah ketemu dengan isinya. Orang-orang di dalamnya, maksud saya.

Ruth banyak bercerita tentang beberapa aktivitas dan irisan profesi yang sangat mungkin bersisian di sana. Intinya, bisa ketemu banyak kepentingan yang mungkin sangat mendukung. Nampaknya seru. Belakangan ini, ia tidak banyak menghabiskan waktu di sini, tapi kontak masih terjaga dengan baik.

Kurang lebih seminggu yang lalu, ia mengajak saya untuk menghadiri undangan makan dari seorang teman di Coworkinc, Sean Bunyamin. Sebenarnya undangan ini, cenderung sifatnya berkumpul bersama, bertemu banyak orang dengan sejumlah irisan. Sean akan masak –salah satu keahliannya, menurut Ruth— beberapa menu dan kami harus patungan untuk menanggung biayanya. Masuk akal.

Setelah memastikan tidak punya agenda penting di hari Minggu –yang memang biasanya selalu dikosongkan untuk berbagai macam hal tidak penting tapi membawa kedamaian—, saya mengiyakan ajakan ini. Kami memilih menu apa yang ingin disantap dari dua pilihan yang diberikan.

img_9959

Di hari kejadiannya, semua berjalan sesuai dengan rencana kecuali adegan salah belok ke arah Jalan Pangeran Antasari selepas Jalan Tahi Bonar Simatupang. Maklum, namanya juga kurang familiar ke daerah itu. Haha.

Kami tiba di lokasi sedikit lewat dari waktu yang ditentukan. Sudah ada beberapa orang. Pemandangan yang ada di depan mata, langsung menggugah selera. Cilandak yang masih hijau, rumah besar dan teras samping yang bisa menampung banyak kegiatan. Meja sudah tersaji dengan baik, pengaturan piring telah dilakukan hidangan sedang masuk tahap finalisasi.

Kemudian, kami berkenalan dengan sejumlah orang yang sudah hadir duluan di tempat itu. Jadi makin menarik, karena ternyata Ruth hanya mengenal sekitar tiga puluh persen dari orang-orang yang datang.

img_9358

Sean punya lingkaran irisannya sendiri. Lalu, ada beberapa teman yang mengajak temannya juga plus ada satu keluarga yang benar-benar terasing karena semua orang baru mengenalnya hari itu. Seketika, saya ingat Madrid.

Pola interaksinya jadi menarik karena semua orang membuka diri untuk berkenalan satu sama lain. Normal-normal saja, tidak perlu sok akrab. Ceritanya bisa ngalor ngidul kemana-mana.

Malah, saya bertemu dengan adik seorang teman baik di makan siang bersama ini. Kebetulan, irisannya nyambung. Lumayan absurd. Tapi, ya begitulah.

Misalnya saja, ada orang yang bertanya tentang kaos Tenholes yang saya pakai –walaupun ternyata tidak segitu ingin tahunya, yang tentu saja normal-normal saja— atau pembicaraan tentang Darwin ketika masih bergabung bersama AirAsia Indonesia beberapa tahun yang lalu, atau bahkan cara berkomentar sok asyik tentang rasa yang tanggal setelah menyantap dua porsi es krim coklat yang enak.

img_1972

Karena normal-normal saja dan tidak perlu sok akrab ini, kami jadi bisa tertawa bersama-sama dan menyimak banyak seliweran hal yang mungkin baru. Termasuk juga mengomentari cara menyetir seorang kenalan baru yang lumayan berani untuk ukuran operasi jalan-jalan kecil di Cilandak.

Makanan yang disajikan Sean enak. Saya makan Lamb Shank yang sangat lembut. Rasa mediterania dengan anggur merah sebagai salah satu bumbunya. Eksperimental sedikit karena jelas melanggar norma haram-halal di daerah asalnya. Maksudnya, inspirasi yang diambil bisa jadi tidak menggunakan anggur merah sebagai bahan olahan masakannya. Tapi, oleh Sean, dicampur saja bahan ini. Dia bintang hari ini, selain interaksi dengan orang asing yang ternyata mudah-mudah saja untuk dijalani.

img_8867-copy

Pengalaman model begini, lumayan seru untuk dijalani. Membuka sedikit wawasan. Kami pulang beberapa jam kemudian. Lengkap dengan memori yang menempel. Rasanya, harus sering dilakukan yang model begini. Kalau mau mengajak, saya (dan Ruth) rasanya bersedia. Yuks? (pelukislangit)

Rumah Benhil Kedua
19 Februari 2017
22.49

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: