Semarang tidaklah asing. Dalam setiap kunjungan, kota ini seolah tidak henti mengingatkan bahwa mereka punya scene lokal yang menarik. Hal yang sama juga berlaku lagi kemarin.
Rombongan #RadioOfRockTour masuk Semarang tanggal 2 September 2015 dini hari. Perjalanan dari distrik rumah kami di Tebet, Jakarta Selatan, memakan waktu setengah hari lebih. Padahal, kilometer tidak jauh. Hambatan besar terjadi di Kabupaten Batang, kandang Persibat Batang. Kami tertahan dua jam di satu titik kemacetan yang muaranya adalah konstruksi jalan yang membuat kendaraan harus mengantri untuk lewat.
Orang-orang di dalam rombongan ini, minimal sudah pernah ada di dalam sebuah tur. Jadi lebih mudah karena masing-masing sudah tahu bagaimana harus bertindak-tanduk di dalam sebuah rombongan tidur.
Kebanyakan dari kami kelelahan karena perjalanan panjang. Gig pertama #RadioOfRockTour akan dilangsungkan malam harinya. Tidur lelap dalam posisi rebahan jadi agenda saya dengan segera.
Siang harinya, kondisi badan lebih segar. Saya terlelap sekitar sepuluh jam. Tidak ada agenda penting yang harus dilakukan menjelang pertunjukan. Rencana paling baik katanya adalah tidak punya rencana. Jadi, ketika mengetahui bahwa John Navid, pemain drum White Shoes and the Couples Company, berniat menjelajahi sejumlah titik pasar loak di Semarang, segera saja saya bergabung dengannya.
Kami pergi dengan dua motor; saya, John dan dua orang panitia lokal. Saya menawarkan diri untuk menyetir. Mengendarai motor di kota orang jadi excitement tersendiri. Lalu kemudian jadi sedikit panik karena motor yang saya pakai tidak dilengkapi dengan plat nomor.
Kata teman-temannya di White Shoes and the Couples Company, John adalah pengumpul sampah. Di setiap kota yang didatangi, ia selalu menyempatkan mengunjungi pasar loak lokal. Semua dilakukan tanpa ekspektasi apa-apa. Tidak mencari, tapi mungkin dipertemukan dengan barang yang bagus.
Lagi, rencana paling baik adalah tidak punya rencana.
Selesai jalan-jalan, karena pergi dalam rombongan besar, saya dan yang lainnya harus segera meluncur ke Auditorium Radio Republik Indonesia (RRI) yang jadi venue pertunjukan. RRI punya banyak gedung pertunjukan bagus dengan kualitas yang terstandarisasi. Yang ada di Jakarta atau Bandung punya desain dan aura yang sama dengan apa yang ditemui di Semarang.
Fasilitas bagus itu, sayangnya, tidak banyak digunakan oleh publik. Padahal, kalau digenjot, bisa saja berbagai aktivitas pertunjukan dilangsungkan di tempat tersebut. Sewanya pun relatif terjangkau. Asal pertunjukannya berbayar.
Leg Semarang diisi oleh jagoan lokal AK47, The Upstairs, White Shoes and the Couples Company dan Efek Rumah Kaca. Goodnight Electric baru bergabung di leg Jogjakarta keesokan harinya.
Seluruh tiket yang disiapkan malam itu, ludes oleh publik lokal yang punya antusiasme super besar. Total, ada sekitar 900 orang di dalam gedung pertunjukan malam itu. Yang paling penting, nyaris tidak ada guestlist/ undangan yang dikeluarkan oleh organizer. Hampir semua sadar bahwa untuk mendukung keberlangsungan scene lokal, memang tiket harus dibeli. Kalau organizer tidak terganggu dari sisi finansial, yang keberlangsungan acara-acara musik bisa lebih panjang umurnya.
Bagian paling baik dari malam itu adalah sejumlah singalong yang muncul dari penonton. Mereka merespon penampil yang memainkan komposisi favorit dengan sempurna.
Ini penampilan AK47:
Dan ini penampilan Efek Rumah Kaca:
Selain AK47 yang materinya sulit untuk disingalongkan, semua band mendapat giliran. Terekam Tak Pernah Mati yang syahdu dari The Upstairs, Desember milik Efek Rumah Baca dan –ini yang paling mengagetkan— Kisah dari Selatan Jakartanya White Shoes and the Couples Company menjadi menu untuk diingat-ingat dari malam itu.
Hampir semua orang bahagia. Misi berjalan dengan lancar. Mungkin yang kurang beruntung hanya mereka yang gagal mendapatkan tiket karena memang sudah habis terjual. Ini juga jadi pelajaran penting untuk semuanya, kalau dibilang acara akan mulai pukul 19.00, berarti bersiaplah lebih awal. Tiket mungkin habis. Acara mungkin dimulai on time. Merchandise tur pun sudah habis ukurannya kalau telat datang. Tradisinya mulai dibangun.
Semarang memberi kesan penting. Sejak pertama kali datang ke kota ini bertahun-tahun yang lalu, rasanya leg #RadioOfRockTour kemarin merupakan yang terbaik. Terima kasih atas pengalamannya. Saya beruntung bisa menyaksikannya dari dekat. (pelukislangit)
07.24
5 September 2015
Bandara Adisucipto, Jogjakarta
Dalam perjalanan menuju Bali
*) Tanggal 1-4 September 2015 kemarin, saya menjadi bagian dari #RadioOfRockTour yang digagas oleh RURUradio. Leg pertama ini mengunjungi Semarang dan Jogjakarta. Sebelumnya, rangkaian yang sama telah berlangsung di Jakarta. Menurut rencana, seri ini akan dibawa ke beberapa kota lainnya. Doakan kejadian. Beberapa tulisan di situs ini kemudian didedikasikan untuk merekam sejumlah hal menarik dari perjalanan ini.
One thought on “Menariknya Semarang: Berulang Lagi”