Tanggal 23 Agustus 2015 kemarin, teman dekat saya, Dimas Ario dan Nastasha Abigail menikah. Resepsi mereka dilangsungkan di Gunung Pancar, Sentul, Jawa Barat. Gayanya berbeda dan tidak biasa. Seru rasanya melihat banyak orang keluar dari kebiasaan mereka dalam menghadiri resepsi pernikahan.
Dari semua momen indah yang terekam selama beberapa jam ada di tempat itu, obrolan dengan Cholil Mahmud, seorang teman yang juga kebetulan vokalis Efek Rumah Kaca menjadi salah satu highlightnya. Malam sebelumnya, bersama Efek Rumah Kaca, ia baru saja berkolaborasi dengan Barasuara, salah satu band paling debut albumnya paling diantisipasi di scene independen lokal.
“Gue kaget sama orang-orang yang nonton. Mereka pada nyanyi lagunya Barasuara loh, padahal albumnya belum rilis. Gila tuh emang si Iga,” ujar Cholil. Yang dimaksud adalah Iga Massardi, frontman Barasuara yang juga merupakan otak di belakang lagu-lagu band itu.
“Auranya enak, Lix. Kayak latihannya seru banget dan selalu pengen lagi,” lanjutnya.
Cerita Cholil membuat saya jadi menyesal setengah mati kenapa tidak diberikan kesempatan oleh alam raya untuk bisa menyaksikan kolaborasi ini. Di saat yang bersamaan dengan pertunjukan Efek Rumah Kaca dan Barasuara itu, saya menjalankan Axis Mundi Concert di IFI Jakarta.
Untung Polka Wars, band yang menjadi subyek konser tersebut sama menariknya bagi saya. Jadi, kendati menyesal karena tidak berjodoh menyaksikan kolaborasi Efek Rumah Kaca dan Barasuara, yang saya lakukan lumayan memberikan imbalan setimpal.
Yang namanya kolaborasi, sejujurnya macam ujian tipis berjalan titian tebing. Kalau dieksekusi dengan ciamik, bisa sangat baik. Tapi kalau dijalani setengah hati bisa butut. Alasannya sederhana sih menurut saya, yang namanya kolaborasi itu berdiri sama tinggi. Mengkomunikasikan dan membangun sebuah konstruksi baru karena gabungan energi yang ada.
Saya jadi ingat sebuah kolaborasi lain yang juga sulit dilupakan. Beberapa tahun yang lalu di salah satu penyelenggaraan Djakarta Artmosphere, ada sebuah band dadakan bernama Shaggybob. Isinya adalah Shaggydog yang berkolaborasi dengan legenda hidup Bob Tutupoly. Saya mendokumentasikannya di sini.
Waktu itu, Tutupoly mengambil langkah yang menurut saya sangat brilian. Di awalan set, ia meruntuhkan semua ketegangan dengan bilang, “Malam ini saya bergabung bersama Shaggybob.”
Ia melepaskan jubah legendanya untuk bergabung memainkan musik bersama unit ska lokal itu dan melafalkan lagu kojo Di Sayidan dengan sangat fasih.
Itulah yang saya maksud dengan gabungan energi yang membentuk sebuah konstruksi baru. Yang disajikan jadi lebih menarik ketimbang sekedar dua (atau lebih) sosok bermain bersama.
Basi banget rasanya kalau hanya melihat mereka tadi bermain bersama tapi hanya sekedar menyebut nama satu sama lain di tengah set hanya untuk basa-basi. Padahal yang dimainkan sama-sama saja seperti biasa dan tidak ada yang beda.
Kolaborasi yang dipikirkan dan dikejarkan dengan upaya lebih, pasti juga lebih punya tempat untuk orang banyak. Lumrah rasanya kalau ekspektasi lebih juga mengikuti begitu ada pengumuman si A akan berkolaborasi dengan si B.
Kalau tidak ada aral melintang, saya akan menyaksikan Soundrenaline 2015 di Bali pada akhir pekan 5-6 September 2015 mendatang. Selain menampilkan Dewa19 versi reuni yang sangat diantisipasi, yang juga menarik untuk dicermati adalah sejumlah penampilan kolaborasi. Salah satunya adalah Andien dan Daniel Christianto.
Dua orang penyanyi solo ini karakternya berbeda jomplang. Kualitas merekalah yang menjadi benang merah; keduanya berskill papan atas. Menarik rasanya menunggu apa yang akan disajikan oleh kedua orang ini. Tentu saja, karakter yang jomplang tidak akan membuat mereka bisa begitu saja menyandingkan materi untuk dimainkan back to back mengisi set.
Nah, the safest bet ya memang melihat mereka berkolaborasi mencari titik tengah nan aman untuk disajikan kepada penonton. Di situlah rasa penasaran muncul.
Oh, Soundrenaline 2015 juga tidak hanya memiliki kolaborasi Andien dan Daniel Christianto. Ada beberapa nama lain yang dijadwalkan untuk berkolaborasi mengisi slot festival ini seperti Ari Lasso, /rif, dan Rini Wulandari. Untuk lebih jelasnya bisa dicek di “Change The Ordinary Project”.
Tubrukan genre dan komunikasi lewat medium musik selalu jadi excitement tersendiri untuk saya. Semoga yang menanti di Soundrenaline 2015 nanti berhasil memenuhi ekspektasi.
Anyway, sedikit kembali mundur ke kolaborasi Efek Rumah Kaca dan Barasuara yang saya lewatkan tadi di awal cerita. Ada yang punya dokumentasinya? Menyesalnya nggak hilang-hilang nih. (pelukislangit)
24 Agustus 2015
Di atas Laut Andaman, di perjalanan menuju Kolkata
tunggu minggu depan lix