006: Majalah Hai Katro

Sebagai seorang penulis, lembaga yang pertama kali memberikan saya ilmu menulis adalah Majalah Hai. Pengalaman itu datang tahun 1999, ketika duduk di bangku kelas dua SMA. Sepanjang 1999-2000, saya direkrut menjadi seorang reporter magang di Majalah Hai. Program reporter magang itu dimaksudkan untuk membawa majalah pria remaja itu dekat dengan pasar yang dituju.

Di Majalah Hai, saya mendapatkan asupan gizi ilmu yang benar-benar paten. Praktek standar jurnalistik diajarkan. Etika profesi diberikan. Menjadi penulis, adalah sebuah pengalaman yang berjalan. Felix Dass yang menulis ini, adalah produk Majalah Hai.

Saya tidak sendiri, saya tidak spesial. Ada banyak sekali penulis di luar sana yang punya jalan kurang lebih mirip. Majalah Hai adalah dasar bagi banyak orang yang menjadikan menulis jalan hidup mereka.

Di beberapa kesempatan, saya selalu bangga bahwa bilang walaupun sebentar, tapi ilmu jurnalistik saya didapat lewat majalah itu. Dipanggil menulis untuk Majalah Hai pun dengan senang hati, tidak pernah tanya akan dibayar atau tidak. Hutang budinya besar. Tulisan ini, juga dirasa-rasa adalah upaya untuk bayar hutang budi itu.

Ini protes terbuka untuk Majalah Hai yang katro.

Kata katro tidak bisa ditemukan di dalam KBBI, tapi ia bisa dirasakan maknanya. Nggak kerenlah.

Drama musik terbaru di Indonesia adalah pelintiran dunia maya yang menyerang kelompok Feast dan Baskara Putra/ Hindia, vokalisnya. Disclaimer: Saya tidak mau masuk ke substansi persoalan yang membelit mereka. Jadi, kita tidak akan membahas itu.

Layaknya drama dunia maya, akan ada massa yang terbelah; membela A dan membela B. Ini bisa besar, bisa begitu-begitu saja atau malah nggak ada artinya dan menguap begitu saja. Fenomena drama dunia maya ini terjadi nyaris setiap hari. Di alam dunia maya Indonesia, setiap bangun pagi, coba deh buka Twitter. Pasti akan ada satu hal baru yang sifatnya drama mampir ke dalam hidupmu. Jadi, biasa saja.

Yang biasa juga adalah kelakuan banyak wartawan media massa online yang merekam drama tersebut dan mengubahnya menjadi materi berita. Sekedar informasi, kebanyakan wartawan media massa online itu, sekarang diminta untuk menulis dengan target tulisan. Misalnya, wartawan musik di media A itu sehari harus setor sekian berita. Wartawan politik di media B, sehari harus setor sekian berita. Jadi, bukan lagi menunggu berita untuk kemudian dikabarkan pada publik, tapi membuat berita untuk disajikan pada orang lain.

Fakta itu adalah peluru bagi media massa online untuk bisa berjaya dengan punya katalog berita yang banyak dan lebih cepat ketimbang pesaingnya. Mereka adu lari, adu cari perhatian publik yang celakanya juga berkarakter cinta drama.

Di dalam modus operandi yang seperti itu, tentu saja akan terjadi banyak sekali distorsi kualitas produksi. Karena, yang penting cepat dan menarik untuk orang. Proses penggalian berita, standar operasi jurnalistik, kesediaan narasumber untuk dikutip, dll, dengan sendirinya terpinggirkan.

Celaka dua belasnya, hari ini, 25 April 2020, Majalah Hai, almamater saya, melakukan pelanggaran produksi yang menjijikkan.

Menggunakan kata menjijikkan adalah pilihan yang sulit. Harus mikir, setidaknya setengah menit untuk tidak menghapusnya.

Sepanjang hari ini, Majalah Hai merilis lima buah artikel yang berkaitan dengan isu Feast.

Hari Jumat, 24 April 2020, mereka mengunggah ulang video Instagram TV yang dirilis oleh Feast. Video aslinya diunggah oleh band itu pada 23 April 2020. Isinya dimodifikasi lagi, diberi framing khas postingan Instagram Majalah Hai.

Lalu, secara simultan, pada Sabtu, 25 April 2020, Majalah Hai memuat lima buah artikel tentang isu yang sama. Ya, tidak tanggung-tanggung, lima buah artikel!

Tiga ditulis oleh penulis Bagas Rahadian dan dua ditulis oleh editor Alvin Bahar.

Ini link tulisan pertama editor Alvin Bahar, diunggah pukul 08.00 WIB:
https://hai.grid.id/read/072121852/stevi-item-harusnya-feast-nggak-usah-klarifikasi-sekalian-songong-aja-nggak-usah-tanggung

Ini yang kedua, diunggah pukul 10.00 WIB:
https://hai.grid.id/read/072121873/apa-yang-salah-dari-pernyataan-feast-lagu-peradaban-lebih-keras-dari-lagu-metal-manapun-yang-kami-dengar

Dan ini link tulisan pertama penulis Bagas Rahadian, diunggah pukul 13.17 WIB:
https://hai.grid.id/read/072122420/andyan-gorust-hellcrust-komentari-feast-jangan-ngejek-genre-lain-bermusik-aja-sesuai-passion

Tulisan kedua, diunggah pukul 14.54 WIB:
https://hai.grid.id/read/072122446/masih-di-bully-soal-lagu-peradaban-ini-saran-eben-burgerkill-untuk-feast

Tulisan ketiga, diunggah pukul 16.00 WIB:
https://hai.grid.id/read/072122211/dari-eben-burgerkill-hingga-stevi-item-deadsquad-begini-opini-para-musisi-metal-indonesia-terkait-polemik-feast?page=all

Yang kacau, lima artikel itu, semuanya bersumber pada komentar yang diberikan via postingan Instagram oleh masing-masing Stevi Item, Andyan Gorust dan Eben Burgerkill.

Jadi, komentar Instagram, discreencapture, lalu dijadikan berita. Mantap ya?

Saya melihat modus operandinya saja sudah pusing. Makanya, kata menjijikkan itu pantas diarahkan pada Majalah Hai.

Mengkritik rumah tempat kamu belajar bernapas itu, sesungguhnya tidaklah mudah. Tapi, kalau kebangetan begini, ya haruslah protes. Tidak pernah berani saya membayangkan sebelumnya bahwa media anak muda yang punya nama harum di tengah bangsa ini, bisa melakukan perbuatan jurnalistik yang keji itu.

Cari berita dengan kecepatan yang tinggi dan mendapatkan perhatian publik yang besar, sah-sah saja. Namanya juga praktek bisnis yang harus memuaskan kepentingan pemilik. Atau, namanya juga dikejar target. Tapi, ya jangan gini-gini amatlah. Masa itu dua belas jam bombardir lima berita diputer-puter terus? Bahannya nyolong lagi. Buat sendiri juga nggak.

Semoga, tulisan ini sampai ke pemimpin redaksi. Saya yakin, jika disajikan fakta seperti ini, bukan saya saja alumni yang keberatan dengan praktek jurnalistik Majalah Hai hari ini.

Zaman memang terus akan berganti, tapi ada satu yang selalu perlu untuk dibela dan dihormati; kredibilitas.

Hari ini, kredibilitas Majalah Hai berantakan buat saya. Dan menemukan rumah yang kamu begitu sayang jadi katro, itu patah hatinya minta ampun. (*)

Sektor Sembilan
25 April 2020, 19.06
Seluruh screencapture diambil dari halaman media sosial Majalah Hai

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: