Prank Bunga untuk IA

11

Ide ini muncul kemarin malam ketika saya duduk bersama dua orang teman, Satria Ramadhan dan Mawarsari Budhyono. Kami mengobrol setelah kelar menghadiri memorial untuk rekan-rekan sejawat. Kondisi sedih, tidak boleh terlalu lama dibiarkan. Sedih itu wajar, tapi ada kalanya ia harus diusir pergi ketika sudah tinggal terlalu lama.

Berbekal keinginan itu dan kadar keisengan yang tinggi di dalam diri, maka sebuah rencana jahil siap dimainkan. Target operasinya adalah seorang kawan bernama Ibnu Ambara. Kebetulan, meja kerjanya ada di sebelah tempat obrolan kami berlangsung.

Ada sejumlah sisa bunga tangkai dari memorial itu. Bunganya tidak terpakai karena terlalu banyak jumlahnya. Daripada dibuang, Satria punya ide untuk meletakkan bunga itu di meja kerja Ibnu. Idenya, seolah-olah ada perempuan meletakkannya di meja itu. Lalu kemudian saya menambah ide lain, bagaimana kalau dikasih sedikit catatan.

Ok! We have a game!

Satria mengatur display bunga sementara saya mencari kertas post it untuk menulis pesan. Untuk mengurangi kecurigaan yang mungkin muncul, saya meminta Magdalena Winata, kawan kami yang lain untuk menorehkan tulisan tangannya di kertas post it yang akan disertakan di sebelah display bunga yang sudah disusun oleh Satria.

Bunyi pesan pertamanya begini:

7

Lalu kemudian, Satria punya ide lain lagi. Ia memilah beberapa bunga sisa untuk disimpan di laci kerjanya. Niatnya, di jam makan siang keesokan hari, bunga itu akan dipasang lagi. Jadi, seolah-olah dikirim dua kali.

Lena pun saya minta untuk menuliskan pesan kedua yang ditulis dengan tinta yang berbeda warna. Jadi, terkesan ditulis dari periode waktu yang beda.

Bunyi pesan kedua seperti ini:

10

Nomor telepon itu adalah nomor milik seorang kawan lain di gedung tempat kami bekerja. Seseorang yang sudah pasti tidak ada nomor teleponnya di ponsel si Ibnu. Sudah selesai persiapan. Tinggal menunggu reaksinya.

Di hari H, Ibnu datang lebih awal ketimbang saya dan Satria. Ia memang selalu lebih awal dari kebanyakan orang di ruangan kerja kami. Entah mengapa. Kebetulan juga, hari ini komputer kerjanya rusak. Jadi, praktis tidak banyak yang ia bisa lakukan di kantor.

Begitu saya datang, dengan cekatan dia menuduh saya mengerjainya. Tentu saja, saya pasang muka kaget. Ia nampak percaya dan sejujurnya, saya agak susah mengendalikan diri untuk tetap mengamankan kepura-puraan saya.

Hal yang sama juga terjadi ketika Satria datang. Ia mendadak malah menuduh kami berdua bersekongkol untuk mengerjai dirinya. Padahal, memang iya. Haha. Di waktu makan siang, amunisi kedua siap dilancarkan.

Ketika tuduhan mereda, Ibnu nampak masih gelisah di mejanya. Mungkin ia benar-benar penasaran siapa yang mengiriminya bunga. Saya dan Satria yang ada di sekitarnya, memilih untuk tidak peduli dengan kegiatan itu. Padahal, kami memantaunya.

12

Waktu makan siangpun tiba. Ibnu pergi duluan ke area makan siang di kantor kami. Ketika lengah, Satria siap menjalankan aksinya. Ia meletakan bunga kedua di atas buku yang sedang dibaca oleh Ibnu.

Seolah tidak terjadi apa-apa, kami pergi ke area makan. Sembari iseng untuk membangun cerita yang lebih dramatis, saya mengkode seorang teman lagi, Fredianto Slamet, untuk berpura-pura menginformasikan kepada Ibnu bahwa ada kiriman bunga kedua di meja kerjanya. Haha. Padahal, Fredi menerima pesan itu tepat di depan kita berdua.

Spekulasi berkembang. Ibnu sedikit yakin kalau yang melakukan prank bunga ini bukanlah saya atau Satria. Karena memang posisinya lemah untuk tertebak. Lalu kami membahas tentang kenalannya ketika bertugas di luar kota beberapa hari yang lalu. Figur yang dibahas itu menarik, karena ternyata seorang aparat.

“Gimana kalau misalnya dia tiba-tiba muncul di lobi kantor, Nu?” tanya Fredi.

Kami terbahak-bahak. Ibnu nampak kebingungan. Setelah ngalor-ngidul, kembalilah kami ke meja kerja masing-masing. Wajahnya berubah begitu melihat ternyata benar-benar ada bunga lagi di mejanya. Haha. Berhasil!

1

Sampai tulisan ini dibuat, Ibnu masih belum yakin siapa yang melakukan ini kepadanya. Well, dengan ini saya mengakui bahwa ini merupakan perbuatan saya dan Satria Ramadhan.

Sempat juga menanyakan ini padanya:

“Gimana perasaan lo?”

“Kaget waktu yang pertama.”

“Agak seneng tapi ya?”

“Biasa aja kok.”

Padahal ya, bisa jadi ia senang mendapatkan bunga. Haha. Dia harus berbangga, seumur hidup, baru sekali ini saya mengirimkan bunga ke orang lain. Haha. Walaupun yang ini konteksnya sama sekali tidak romantis.

Bisalah sedikit menghibur ketika kondisi sulit ini harus dijalani dengan kepala tegak. Hahay! (pelukislangit)

Kantor Cengkareng
7 Januari 2015
15.29
#togetherwestand

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

One thought on “Prank Bunga untuk IA

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: