“Atraksi gila menantang maut. Menggilas papan yang sudah usang. Lintasan curam tanpa pengaman. Kepulan asap bau oli murahan. Bukan amoral bukan kriminal. Bukan arogan dan sok jagoan. Kerasnya hidup jadi cobaan. Nyali ditantang untuk bertahan..” – Tong Setan oleh Sangkakala
Kalimat-kalimat di atas diambil dari lagu Tong Setan milik sebuah band rock asal Jogjakarta, Sangkalala. Ditulis sebagai tribute atas sebuah atraksi menantang mau nan seru bernama sama. Atau seringkali disebut sebagai Tong Stand. Nama yang penting keren.
Biasanya, Tong Setan jadi menu wajib di pasar malam yang berkeliling secara independen ke banyak tempat. Semacam sirkus keliling yang beroperasi tiap malam secara reguler dalam kurun waktu tertentu di satu tempat. Biasanya, yang digunakan sebagai tempat operasi adalah tanah kosong yang luas. Rombongan pasar malam ini, biasanya membawa serta beberapa menu atraksi, lengkap dengan pasar sesungguhnya di mana orang bisa membeli barang-barang yang biasanya tidak diperlukan.
Konsep rombongan pasar malam ini ingin meniru Dunia Fantasi. Tapi, ini versi rakyatnya, yang lebih murah. Tapi juga, tentu saja Dunia Fantasi tidak punya Tong Setan yang sama sekali tidak menggunakan parameter keselamatan dalam operasinya. Ini seru. Hidup sehidup-hidupnya.
Yang terjadi biasanya adalah beberapa buah motor oprekan yang beratraksi mengitari tong dan kadang juga ada keterlibatan sepeda ontel menambah bumbu. Mereka akan meluncur dengan kecepatan tinggi dan mengambil setiap saweran orang-orang yang menonton.
Penonton puas melihat mereka menantang nasib dan mengikuti hukum gravitasi sembari menggantungkan nasib pada nyali. Mereka yang melakukannya, entah apa yang ada di dalam pikiran mereka? Mungkin sesederhana ingin menghibur.
Kalau berjalan sesuai rencana, tentu saja semua orang terhibur.
Sebelum tahun berganti angka, saya menyambangi sebuah pasar malam di Cilandak, Jakarta Selatan. Seorang teman di Instagram memposting fotonya bersama keluarga berwisata ke pasar malam tersebut. Begitu tahu lokasinya di Cilandak, segera janji dibuat bersama seorang teman baik, Sani Adinugraha.
Terakhir kali, saya menyaksikan Tong Setan di arena Pekan Raya Jakarta. Mungkin kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Jadi, sudah rindu karena lama tidak menyaksikannya.
Kami berdua khusus datang untuk Tong Setan. Lengkap dengan niat untuk memberikan saweran. Lumayan menghibur. Pertunjukan berlangsung selama kurang lebih lima belas menit. Dan ia begitu intens. Ia begitu klise, tapi sangat menyenangkan.
Beberapa kali, karena tidak kuat mental, saya terpaksa bersembunyi di balik tubuh Sani yang lebih kecil ukurannya. Sementara, ia berusaha sekuat tenaga menjelaskan bahwa ada hukum alam yang mengendalikan atraksi itu.
Apapun argumennya, kami bersenang-senang menyaksikan hiburan murah meriah itu. Ongkos masuknya Rp.10.000,00 untuk sekali pertunjukan. Yang di Cilandak ini, perusahaannya berasal dari Semarang. Mereka akan beraksi sampai 3 Januari 2015.
Tapi serius deh, saya masih penasaran sama perasaan mereka ketika melakukan atraksi ini. (pelukislangit)
29 Desember 2015
20.37
ruangrupa