Jarak dan waktu memang menantang. Untuk tidak menjadi orang kebanyakan, perlu putaran otak ekstra untuk mengakalinya. Tapi, selalu bisa.
Jakarta ada untuk ditaklukan, bukan untuk dikeluhkan. Selalu seperti itu.
Bentangan jarak yang ‘hanya’ dua belas kilometer itu, bisa selalu ditempuh dalam durasi perjalanan yang normal.
Berangkat kencan pukul 18.00. Naik motor, parkir di stasiun. Lanjut Commuter Line yang padat dengan mereka yang sudah kehilangan bau sehabis mandinya. Tiba di tujuan 18.30-an. Dijemput. Makan malam. Berbicara memandang mata sepuasnya. Pukul 22.00 atau 22.30, sudah di depan stasiun kembali. Perlu waktu ekstra? Tenang, yang pukul 23.00 juga masih ada. Menuju kota. Pulang.
Cepat, ringkas, padat dan murah. Bayar kereta dua ribu kali dua, bayar parkir tujuh ribu.
Yang paling penting: Bisa bertemu di koridor waktu paling sibuk milik kota. Tiada halangan berarti selain kereta yang padat. Tapi, sepadat-padatnya, juga hanya berumur sepuluh menit. Tidak lebih.
Dan padanya kita percaya, bahwa Jakarta adalah kota dunia. (pelukislangit)
Tegal
25 Agustus 2016
12.42
Di Taksaka Pagi menuju Jogjakarta
Buat RM dan Bintaro