Ide-ide negatif tentang hidup bisa muncul kapan dan untuk siapa saja. Kemasan-kemasan duniawi ternyata tidak bisa mengendalikan arah perjalanan ke depan dengan absolut. Negativitas –kalau itu merupakan sebuah kata Bahasa Indonesia yang sah— ada di ranah personal.
Vague dengan debut albumnya, Footsteps, merupakan penegasan akan penemuan alam raya tentang betapa indahnya sisi negatif hidup. Profil fisik tiga orang personil band ini, pada awalnya, membuat orang-orang penuh judgement semacam saya beranggapan bahwa mereka adalah anak muda kota besar yang sepertinya baik-baik saja, berkecukupan dan berdiri jauh dari permasalahan hidup. Tapi ternyata tidak.
Lirik-lirik di album Footsteps ini jauh lebih seru ketimbang musik rock penuh amarah yang mereka mainkan.
Dan masalah-masalah pencarian jati diri yang kental tertuang di semua –ya, semua— lirik lagu di album ini, merupakan pertanyaan besar yang terus menerus menarik untuk dibahas. Amarah itu merupakan sekumpulan energi yang terbuncah keluar dan diprovokasi oleh berbagai macam musabab. Penulis lirik sekaligus pemain gitar, Yudhistira, berhasil mengantarkan sebuah kesatuan utuh energi amarah yang mentah ke telinga orang yang mendengarkan album ini.
Coba simak potongan lirik lagu favorit saya di album ini, Inadequate:
I have opened all the doors that lead me through years of questioning
Of reasoning
Of questioning
Of reasoning
But I’ve yet to find a reason to leave it behind
A reason to let it unwind
Unrequited, undefined
Sometimes, I feel inadequate
At times, I feel inadequate
Lagunya menghujam dengan beat cepat dan cara bernyanyi penuh amarah yang kadang terdengar tidak beda dengan orang yang sedang memaki-maki. Dan itu diulangi berulang-ulang di sepanjang album Footsteps ini.
Formula ini ada di setiap jengkal melodi yang dikandung oleh Footsteps. Rock tiga jurus yang bagus ini juga menimbulkan rasa ketagihan bagi mereka yang mendengarkannya. Untuk saya, yang besar di era 90-an, perjalanan mendengarkan Footsteps ini seolah membawa saya kembali ke masa-masa indah itu dan menemukan fakta penting bahwa hidup adalah pertarungan menjadi manusia berlabel baik dengan segala macam dramanya.
Banyak band sejenis hadir di 90-an dan mereka masing-masing berlatar belakang amarah yang sumbernya juga macam-macam. Ada yang emosi setengah mati pada penguasa, perceraian orang tua, diskriminasi di tengah masyarakat majemuk, putus cinta atau bahkan sesederhana karena mereka punya karakter yang penuh amarah saja. Vague seolah tersesat dalam petualangan waktu untuk menjadi salah satu eksponen era itu. Mereka, seolah dilahirkan terlalu lambat sehingga baru menghasilkan album seperti ini di tahun 2014.
Sehubungan dengan negativitas yang ada di ranah personal, perasaan kembali ke masa lalu untuk menikmati napas negatif hidup yang dihadirkan oleh Footsteps itulah yang kadang menjadi pengalaman yang menarik untuk diulang bagi manusia awal 30-an seperti saya. Memori seolah memanggil untuk dikunjungi. Ya, memori lengkap dengan berbagai macam kesulitan yang hadir di era itu. Setiap larik kata dari seluruh komposisi berlirik mereka seolah menjalin romantisme yang indah dalam perjalanan pulang ke teman lama yang mungkin sudah terlalu lama diabaikan.
Footsteps di bagian lain, juga menjadi pengingat bahwa manusia memang ditakdirkan untuk bernapas dalam berbagai keresahan. Keresahan itu membawa bumbu dalam kehidupan yang mungkin berjalan monoton. Keresahan juga memberi warna segar dalam kehidupan yang mungkin ada di sisi lain yang dinamis. Intinya, keresahan ada di mana-mana.
Baca lirik lagu Dissonance di bawah ini:
We love our mistakes
But we despise regrets
Ideas are unspoken
Fragile faith gets broken
Sometimes, I think the only way to get out is to get inside ourselves and tear it apart
Negatif dan penuh keresahan kan?
Apapun latar belakang ideologi, kelas sosial, sistem hidup dan berbagai macam faktor penentu lainnya, keresahan selalu ada mengintai. Dan ia siap menikam untuk kemudian meninggalkan jejak di dalam kisah seseorang. Itulah arti Footsteps untuk saya.
Trio rock ibu kota ini, selain diperkuat oleh Yudhistira, juga beranggotakan Januar Kristianto di drum dan Gary Hostage pada bas. Dan tiga pemuda ini punya album yang sangat bagus. Footsteps dirilis dalam format kaset oleh Ruangkecil Records dan cd oleh Sonic Funerals Records.
Saya tidak bisa berhenti memutar album ini. (pelukislangit)
Tangerang, 23 September 2014
16.17
Foto Vague diambil dari http://vagueband.blogspot.com