Buat Aleks

Tulisan ini diselesaikan di salah satu sudut Soho, di Lexington Street, London. Saya sedang berada di salah satu kota paling mahal di muka bumi ini. Buat seorang penulis, duduk di satu sudut yang sibuk dan melihat kehidupan berjalan dengan wajah yang paling kosmopolitan, adalah sebuah berkah.

Tapi seharian ini, pikiran saya ada di rumah. Di Jakarta.

Saya berpikir tentang kawan baik saya, Aleks Kowalski. Pagi tadi, ia mengalami kecelakaan yang cukup fatal di Jakarta. Ia sedang dalam perjalanan ke Bandara Soekarno-Hatta.

Kami berbicara via whatsapp hari Selasa kemarin. Aleks mengecek, kapan saya pulang ke Jakarta. Karena ia rindu Kedai Tjikini, katanya. Sekaligus, meminta saya untuk mencatat hal-hal menarik yang ditemui di London. Katanya, ia mau ke kota ini beberapa bulan mendatang.

Belakangan, kami memang intens berkomunikasi. Saya (dan Kedai Tjikini), beberapa kali menjadi jeda untuk pekerjaan barunya di Jakarta yang memakan energi cukup besar.

Kalau bertemu di Kedai Tjikini, pasti sesinya panjang. Bisa berjam-jam. Kadang juga, Dharmawan Handonowarih, teman kami –yang Aleks sangat sukai karakternya— duduk bersama. Mereka dipersatukan akan minat yang sama pada gedung-gedung tua dan pemanfaatan yang mungkin dilakukan tanpa mengubah bentuk.

Bulan Mei kemarin, sebelum saya bertolak pergi ke eropa, kami bertemu, menghabiskan jam-jam yang panjang, mengabaikan beberapa urusan lain. Lalu, malam ditutup dengan makan super malam di Nasi Uduk Kota Intan Jalan Samanhudi.

Kebanyakan obrolannya ngalor-ngidul. Kalau diminta untuk menceritakan apa yang kami obrolkan waktu itu, saya tidak bisa. Karena memang tidak ingat apa-apa. Pembicaraan yang dilakukan kebanyakan tidak punya tendensi apa-apa. Jadi, berlalu begitu saja.

Kata Pramoedya Ananta Toer di Bukan Pasar Malam, “Mengobrol adalah suatu pekerjaan yang tak membosankan, menyenangkan dan biasanya panjang-panjang.”

Begitulah beberapa sesi obrolan kami beberapa bulan belakangan ini terjadi. Kemarin selasa, kami berbincang tentang sebuah ide yang akan diterapkan di Folk Music Festival 2017, festival musik yang ia kerjakan dengan dedikasi besar beberapa tahun terakhir. Kami tidak mendapatkan kesepakatan ide, terbentur budget.

Ia juga beberapa kali memaksa saya untuk mengajak Ruth, partner saya ikut dalam rombongan AriReda ke festivalnya. Kebetulan, kami memang disambungkan oleh kenyataan yang aneh; ternyata istrinya dan Ruth teman sekolah dulu.

Dan tadi pagi, kabar itu datang. Sangat tidak menyenangkan, terlebih ketika mengetahui bahwa dia sekarang terbaring di rumah sakit yang letaknya dekat dengan tempat tinggal saya. Juga tempat saya dilahirkan dulu.

Dharmawan sudah melaporkan keadaannya. Ia datang segera begitu mengetahui posisinya ada di mana. Ada segudang harapan untuk recovery yang cepat. Banyak yang mengirimkannya secara simultan.

Ini buat Aleks. Sesuatu untuk dibaca ketika dia siuman sepenuhnya nanti. Lekas cespleng, mase. Situ ditunggu London. (pelukislangit)

Soho, London
2 Juni 2017
17.29
Buat Aleks

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: