Dapur mungkin punya peran yang sakral untuk sebuah proses penciptaan. Di sanalah proses terjadi. Berbagai macam gontokan ide bertempur untuk menjadi sebuah wujud.
Masing-masing orang punya cara kerja berbeda yang disusun berdasarkan pilihan cara yang cocok dengan selera pribadi. Jadi, sudah pasti tidak bisa disamakan standarnya. Memang, ada praktek-praktek yang jadi kebiasaan umum. Tapi kemerdekaan bersemayam dengan baik di sana, untuk menentukan pilihan mana yang dipilih.
Proses adalah sebuah kunci yang paling penting dalam karya. Apapun keluarannya. Saya selalu memercayai itu.
Jadi, ketika diberi kesempatan untuk melihat dari dekat dan tanpa sadar mengamati setiap sudut ruang milik orang lain, perlahan partikel-partikel memori bertambah membentuk referensi yang baru. Well, tidak baru sebenarnya, tapi menambah apa yang sudah ada.
Ladang si pemilik beda dengan apa yang saya jalani. Runutan prosesnya sudah pasti beda, tapi ada kesepahaman yang sama dalam proses penciptaan; perlunya penggalian inspirasi, menguak kembali referensi dan selera pribadi. Latihan, baru dieksekusi.
Di sanalah Pramoedya Ananta Toer berjejer, beberapa bagian punya jejak halaman yang lecek. Lalu, deretan ilmu teknis mengapit sisi lain lemari, fungsinya sama. Dari monumen suara yang temporer, terdengar pembicaraan tentang Pulang-nya Leila S. Chudori yang dijadikan Bahasa Inggris. Di sisi tembok yang sama, ada sebaran peralatan yang berantakan, tapi sangat hidup.
Seeing is believing.
Dan sulit untuk tidak berkubang di dalamnya. (pelukislangit)
Buat RM
10 Juli 2016
Rumah Benhil, 16.13
Situs Felix Dass 