Menyaksikan matahari pergi dari sebuah ruang yang hangat itu, rasanya mewah sekali. Ia tidak mahal, tapi mewah. Bisa jadi karena tidak muncul tiap hari. Suhu udara jatuh semakin dalam, ia menantang manusia-manusia yang coba bertahan melawannya jam demi jam. Di beberapa bagian, ia nampak begitu seksi.
Sendi-sendi kaki telah bekerja begitu keras beberapa hari belakangan, menjelajah. Melihat banyak pemandangan seru yang tidak perlu bayar. Ongkosnya hanya energi dan niat yang segunung.
Hal yang mewah itu, seringkali memang gratis. Tidak perlu ditukar dengan tabungan bergunung-gunung yang selalu disertai perasaan pening yang tidak nyata. Toh, hidup memang selalu tentang mencari dan menghabiskan. Perkara menghabiskannyalah yang menjadi seni tersendiri.
Kelelahan jadi teman baik. Tidak apa, sekali-kali memforsir diri untuk sebuah pengalaman baru.
Senja datang di waktu yang tidak biasa. Gelap mendominasi terang. Ia digdaya, sampai tidak merasa perlu memberi waktu yang panjang pada hari. Manusia-manusia yang coba bertahan tadi, mau tidak mau menyesuaikan. Bagaimanapun juga, penguasanya adalah alam. Yang lain hanya bisa mengikuti. Tidak lebih.
Ritme diatur supaya selaras. Memang sudah begitu seharusnya. Ketika lampu-lampu menyala, rasanya semua sudah tahu siapa pemenangnya. (pelukislangit)
19 Juni 2016
Buat perjalanan ke Queenstown Hill
Bumble Backpackers, 17.31