*) Untuk Oscar Adhipoernomo
Pengalaman pertama, katanya begitu membekas. Ia tinggal untuk waktu yang lama, bahkan permanen. Katanya juga, dibawa mati.
Orang itu menghadirkannya. Di 1996. Kami pergi ke stadion, dengan tiket gratisan yang didapatnya. Masuk, di blok paling mahal, menyaksikan banyak pemain bintang berlaga. Nama-nama yang tadinya seliweran di depan mata, kini bisa diihat wujud aslinya. Beberapa yang telah selesai mainpun naik ke blok stadion itu untuk menyapa handai taulan yang mereka kenal. Itu Perang Bintang Liga Dunhill 1996.
Pengalaman itu jadi yang pertama untuk saya. Ia mampir untuk membuka banyak petualangan baru di stadion yang kemudian berganti status jadi home stadium.
Ia merupakan pintu untuk menyaksikan banyak pertandingan penuh kenangan; setengah telanjang sepanjang pertandingan karena kehujanan sebelum masuk, menyelamatkan orang yang nyaris mati digebukkin penggemar musuh, kecopetan ketika menyaksikan Liverpool, nyaris menangis melihat Boaz Solossa membawa Indonesia melaju lewat golnya ke gawang Turkmenistan, menjebol tribun karena kehabisan tiket, sebal setengah mati pada tendangan maut Daniel Bennet yang mematikan mimpi Kurniawan dan berbagai macam hal yang lain.
Kalau tidak ada dia, mungkin saya tidak segampang itu memandang sebuah peristiwa yang terjadi di home stadium itu. Ketika semua orang panik minta ampun takut sama pertandingan yang rusuh, saya tahu bahwa hidup di sana akan baik-baik saja. Semuanya, ya dimulai dari sebuah peristiwa di tahun 1996 itu bahwa sesungguhnya pertandingan sepakbola ada untuk dinikmati, bukan ditakuti.
Cara pikir yang dibuka. Karenanya, pengalaman itu harus diteruskan kepada mereka yang lebih muda. Termasuk mengajak si adik paling kecil dan kedua anak supir saya untuk mengalami peristiwa yang kurang lebih sama beberapa tahun kemudian.
Terima kasih atas game changer experiencenya ya. Dia pergi meninggalkan kenangan. Have a safe trip! (pelukislangit)
Lake Wakatipu, Bumble Backpackers
18 Juni 2016
Dia pergi pada 17 Juni 2016