Standar hidup dibuat berbeda, administrasi pengelolanya pun berbeda. Yang ini, tidak menghadirkan tayangan yang dinanti, persis seperti aturan. Kaku. Persipura Jayapura selalu di hati, selalu ingin diberikan ruang. Tapi ditahan oleh koneksi malam ini. Begitu juga Liverpool Football Club.
Penyetan berwarna hijau mampir. Meski penjualnya keheranan karena tidak ada keterlibatan nasi di dalam penyajian.
“Itu nasinya bisa diambil sendiri di sana, mas,” ujarnya.
Saya menimpali, “Tapi saya tidak makan nasi, bu. Makanya pesan tempe dan tahunya dua potong.”
Tidak ada lanjutan pertukaran kalimat. Karena memang tidak diperlukan.
Lalu, kertas kosong nan panjang menggoda untuk ditulis. Mengecek inventaris agenda yang masih tertunda untuk akhir pekan mendatang. Ternyata panjang. Efeknya, hari juga menjadi lebih lama dijalani. Batere yang menyangga pun harus beberapa kali disegarkan. Diisi.
Proses bersenang-senang memang tidak pernah datang dengan mudah. Kadang, ia menghampiri dalam kemasan yang membosankan. Kadang pula, ia perlu dicuri dari keteraturan (dan hidup yang kelarutan).
Lagi-lagi, musik menjadi penyelamat. Mendengarkan sekumpulan orang menarik yang bernyanyi dengan nada yang tidak masuk kaidah kenormalannya, tidaklah menjadi masalah. Yang penting, lagu dan energi.
Sama dengan hidup yang sedang dijalani; ia bisa jadi tidak berjalan dalam paradigma ideal orang banyak, tapi ia penuh hasrat untuk diselami. Dan disyukuri tidak perlu bangun pagi di hari Senin. Jadinya, tidak membenci seperti orang kebanyakan, tapi biasa saja.
Dari lantai enam yang diam, hari bergulir. Ia setia menunggu momen berlari dimulai dengan dentuman peluru kosong yang diletuskan dari pistol milik sendiri. Tapi, kapan? (pelukislangit)
9 Mei 2016
00.53
Pulau Jawa, bagian tengah
*) Jalan Gerilya, ketika harus memulai yang pertama dari enam rangkaian yang harus diselesaikan di ujung hari.
Situs Felix Dass 