Pada tanggal 7 Agustus 2013 yang lalu, saya menyaksikan pertandingan eksebisi antara Thailand XI vs. FC Barcelona di Stadion Rajamangala, Bangkok. Saya pergi bersama si adik kecil yang luar biasa antusias minta diajak menyaksikan pertandingan ini sembari menghabiskan libur lebaran. Padahal, dia juga bukan penggemar fanatik FC Barcelona. Mungkin ini efek dari kehabisan tiket menonton Manchester United di kota yang sama kurang lebih sebulan yang lalu.
Si adik ini adalah penggemar Manchester United. Mungkin juga, ini cobaan yang dikirim alam raya untuk saya; untuk punya seorang adik yang memuja setan seperti tim sialan itu. Ok, kembali fokus ke cerita pertandingan itu.
Hehe.
Menyaksikan FC Barcelona adalah sebuah kesempatan yang tidak datang setiap minggu, sebulan sekali atau bahkan setahun sekali. Jadi, memang harus dibumbui niat yang cukup besar. Awalnya, saya merasa cukup malas untuk kembali menghabiskan waktu liburan lebaran ini di Bangkok. Bukan apa, kota ini makin lama kok makin kehilangan pesonanya ya?
Memang, menghabiskan beberapa hari di Bangkok pasti menghadirkan hal-hal baru yang mungkin saja sebelumnya belum pernah kejadian. Tapi, untuk saya pribadi, Bangkok itu makin lama jadi terlalu tipikal.
Adik saya ini, awalnya sudah menyiapkan dua buah tiket. Kalau saya batal pergi, adik saya yang perempuan yang akan menemaninya ke stadion. Intinya, harus ada salah satu dari kakak-beradik ini yang menemaninya ke stadion.
Sehari sebelum beraksi, saya memantapkan niat untuk pergi ke Bangkok. Terlepas dari seluruh keengganan yang ada sebelumnya. Jadilah, saya ada di sini, menuliskan cerita yang lumayan seru.
Hal terbaik dari perjalanan kali ini adalah menemukan cara baru menangani kemacetan super bikin mampus yang dimiliki oleh Bangkok. Memang, saya berasal dari Jakarta yang macetnya lebih jelek kualitasnya, tapi tetap saja yang namanya macet tidak bisa dibandingkan dan dilihat sisi baiknya. Tidak ada sisi baiknya malah.
Merancang perjalanan ke Stadion Rajamangala adalah sebuah romantika seru yang rasanya harus dibagi mengingat venue ini penting untuk teman-teman yang menggemari sepakbola. Ia bisa jadi lokasi tempat tim nasional Indonesia tercinta beraksi di ajang Asia Tenggara atau bahkan bisa menjadi tuan rumah kembali untuk klub-klub Eropa perlu duit tambahan seperti FC Barcelona ini.
Kenapa ini jadi romantika seru? Tetaplah membacanya.
Stadion di lokasi antah berantah
Stadion Rajamangala terletak di satu sisi Bangkok yang tidak populer untuk turis. Jadi, memang perlu usaha lebih untuk mencerna sekian banyak petunjuk dalam aksara Thailand guna memahami cara mendasar mencapainya.
Untuk lebih jelasnya, bisa baca gambaran dasar stadion itu di link ini:
http://en.wikipedia.org/wiki/Rajamangala_Stadium
Nah, kalau untuk orang Jakarta, mungkin perbandingannya adalah kebiasaan anda tinggal di kawasan Selatan Jakarta, lalu harus mengembara jauh menembus kota ke arah Pluit atau Tanjung Priok. Itulah perbandingan yang cukup adil untuk menggambarkan lokasi Stadion Rajamangala dengan peta persebaran daerah turis yang biasanya dijadikan basis menginap orang-orang seperti saya yang punya banyak kepentingan lebih banyak di tengah kota.
Kalau melihat gambar, Stadion Rajamangala punya bangunan arsitektur kokoh yang kelasnya mungkin seperti Stadion Aji Imbut di Tenggarong, Stadion Segiri di Samarinda atau bahkan Stadion Jakabaring di Palembang. Lupakan Stadion Gelora Bung Karno yang kuno, ia tidak lebih bagus ketimbang stadion ini.
Arsitektur yang kokoh dan modern itu rasanya menjadi cerminan bagaimana Bangkok bisa tumbuh pesat sebagai kota. Tidak seperti stadion di Indonesia yang biasanya hanya jadi monumen perayaan narsistik si kepala daerah. Stadion ini bisa dibilang lengkap.
Yang tidak lengkap adalah akses transportasi menuju tempat ini. Bukan tidak ada pilihan transportasinya, tapi dengan kondisi jalanan mirip Jalan Fatmawati di Jakarta, bayangkan apabila ada 50,000 orang datang dan pulang berbarengan. Plus, pintu masuk dan keluarnya ada di satu arah saja. Jadi, massa tidak bisa terpecah ke banyak arah guna mempercepat cairnya kerumunan.
Akses transportasi terbangun dengan jelas, hanya saja macetnya tidak ketulungan. Riset singkat yang saya lakukan membawa saya ke sebuah petualangan seru yang rasanya jadi yang paling dramatis sepanjang sejarah saya menonton sepakbola.
Jalan dramatis menuju stadion
Kenapa saya bilang dramatis? Karena saya bukan orang yang mengutamakan kenyamanan dalam mencapai sebuah tujuan. Yang penting, bagaimana saya mencapai stadion ini dalam waktu yang singkat dan terpenting, tidak kena macet.
Saya dan si adik menghabiskan waktu terlalu lama di agenda sebelumnya. Celakanya lagi, tiket pertandingan tertinggal di hotel yang memang satu arah dengan stadion. Walaupun bisa dengan mudah mampir, ternyata itu lumayan menghabiskan waktu. Minimal setidaknya, kami membuang sekitar 20 menit untuk masuk kembali ke hotel dan melakukan beberapa hal tidak penting.
Yang bikin panik adalah ketika di tiket hasil pembelian online kami, dituliskan pertunjukkan akan dimulai pukul 17.30 waktu setempat. Padahal, ketika itu, waktu sudah menujukkan pukul 17.10. Mana mungkin 20 menit dihabiskan untuk menembus belasan kilometer yang membentang dari tempat kami menginap di kawasan Pratunam ke kawasan stadion.
Lewat serangkaian riset singkat, ada empat opsi yang tersedia untuk menuju stadion; pertama dengan bus yang amit-amit lama karena menembus macet, lalu dengan BTS yang lanjut dengan taksi, taksi yang spesial dipesan dari hotel yang akan jadi mahal dan lama serta yang terakhir –ini yang terpenting— naik angkutan sungai.
Angkutan sungai? Hmm.. Ini hal baru yang saya dapatkan dalam perjalanan ke Bangkok kali ini. Saya paham bahwa Bangkok dibelah oleh sungai besar yang membagi jantung kota ke beberapa bagian. Tapi saya tidak berpikir bahwa angkutan sungai ternyata memberikan jawaban akan kebutuhan saya pergi dari Pratunam ke Stadion Rajamangala dengan cepat.
Nama lengkap jasanya adalah Khlong Boats – Saen Saep Boat Service. Detail lengkapnya bisa dicek di sini:
http://www.transitbangkok.com/khlong_boats.html
Ada beberapa jalur yang tersedia. Jalur ke Stadion Rajamangala di moda transportasi ini berangkat dari Pratunam Pier yang terletak di perempatan besar dekat Platinum Mall –yang tidak akan mungkin terlewatkan kalau ada di daerah ini— dan melewati Ramkhamhaeng University, tempat perhentian paling dekat yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari kawasan Stadion Rajamangala.
Penampakan perjalanannya seperti ini:
Jangan khawatir, memang kelihatan agak tidak nyaman. Tapi, inilah moda transportasi paling ciamik menembus macet najisnya Bangkok.
Kenapa paling ciamik? Murah, karena hanya akan dicharge 20 Baht. Bebas macet, karena memang tidak ada kemacetan di sini. Dan, terukur, karena hanya membutuhkan waktu 35 menit untuk menempuh jarak sekitar 19 kilometer. Good deal.
Let downs-nya paling hanya berdesak-desakan dan sering kena kepretan air sungai yang bisa diprediksi dengan memasang layar terpal yang tinggi itu. Saran saya sih, kalau memang ingin menggunakan moda transportasi ini, pilihlah duduk di pinggir di mana kontrol akan si layar terpal itu ada di tangan. Kalau di tengah, lengkapilah diri kita dengan tingkat kepasrahan yang tinggi. Bukan apa, kalau sudah kena kepret air, rasanya nggak enak banget. Airnya hitam keruh penuh polusi dan entah berapa tinggi level merkurinya. Tentu saja tidak enak kalau mampir ke lidah.
Kemarin, di satu posisi perjalanan, ada papasan dengan kapal lain dan saya yang sudah sembunyi, celaka dua belas kena kepret walau hanya setetes-dua tetes. Celakanya lagi, langsung masuk ke bibir. Alhasil, kenalah rasa sungai hitam itu mampir sebentar.
Selebihnya, moda transportasi ini cocok dengan selera; menghajar dengan manis hambatan yang muncul dari macetnya Bangkok.
Oh, ini adik saya juga terlihat nyaman-nyaman saja kok sepanjang perjalanan. Buktinya sampai begini:
Yang juga mengecewakan dari layanan ini, adalah jam operasinya yang berakhir pukul delapan malam. Jadi, kalau menonton game yang kick offnya malam hari, sudah pasti harus memikirkan cara lain. Seperti apa yang terjadi sama saya dan si adik kemarin itu.
Jalan pulang yang jauh
Nah, kalau tadi jalan berangkat ke stadionnya super menarik karena memadukan elemen murah, cepat dan sedikit petualangan, maka jalan pulangnya kebalikannya; mahal, tidak cepat walaupun masih ada sedikit unsur petualangannya.
Seperti sudah disinggung di atas tentang kondisi jalan di depan stadion yang hanya sebesar Jalan Fatmawati, maka yang sudah diprediksi pun terjadi; jalanan macet luar biasa ketika diserbu puluhan ribu penonton yang bubar bersamaan.
Bus memang tetap melewati jalanan, begitu juga taksi. Tapi, siapa yang mau menaiki dan kemudian mengalami macet yang luar biasa hebat? Padahal, waktu juga sudah tidak lagi muda. Ia sudah larut.
Bubaran pertandingan FC Barcelona kemarin, berlangsung sekitar pukul 10 malam. Sampai saat crowd di sana bubar, kami belum punya ide mau pulang naik apa. Plus, kondisi uang yang sudah menipis sekali karena salah perkiraan ketika beli merchandise. Hehe. Jadi, tetap harus hemat.
Kami mencoba peruntungan naik ojek. Karena memang bisa jadi, itu solusi yang baik. Setelah ngobrol kiri-kanan, cara terbaik adalah pergi ke BTS Hua Mak. Terbaik, karena kami punya pass harian BTS, jadi pendekatannya hemat.
Sementara, kalau mau lebih cepat, bisa naik ojek ke stasiun Airport Link Ramkhamsaeng yang terletak sekitar empat kilometer dari lokasi stadion.
Tawar-menawar berlangsung hangat. Tukang ojek rata-rata meminta 200 Baht. Tentu saja, semua ingin memaksimalkan laba. Sementara, saya tidak mau membayar uang segitu hanya untuk perjalanan empat kilometer yang kalau sabar, bisa dijalani dengan tabah. Akhirnya setelah beberapa tukang ojek lewat, saya menemukan seseorang yang akan membawa saya ke stasiun BTS Hua Mak. Kami harus membayar 150 Baht.
Perjalanan berlangsung layaknya naik ojek di Jakarta. Tidak ada yang spesial. Yang spesial hanyalah ketika sampai di tujuan akhir, ternyata papan penunjuk yang tertera besar di depan muka saya dan si adik bilang, “Ramkhamsaeng Airport Link”. Haha. Salah mengerti si tukang ojek. Jadilah saya merogoh uang tambahan untuk naik kereta ini ke stasiun BTS terdekat untuk kemudian lanjut ke lokasi hotel kami. Untung juga, tidak mahal, hanya 25 Baht seorang. Duit di kantong masih aman.
Jadi, perjalanan kami pulang jadi lebih panjang: Naik ojek – Airport Link – BTS. Habisnya untuk berdua sekitar 250 Baht (itu kalau ditambah dengan tiket normal BTS dari Phaya Thai ke Ratchadewi). Lumayan.
Kalau dipikir, kaki memang mau copot di penghujung hari kemarin. Muka adik saya sumringah terus mengingat ia baru menyaksikan tim paling hebat di dunia ini. Well, saya juga senang sih. Ini buktinya:
Tapi yang paling penting, kami berhasil menemukan jalan baru atas bungkusan manis petualangan. Itu jauh lebih berharga dari hal lainnya sih, menurut saya.
Maaf tidak bicara banyak tentang gamenya karena memang crowd Bangkok tidak lebih bagus dari crowd saya di Jakarta. Semuanya standar kecuali pengamanan dan quality control operasi shownya jauh lebih bagus.
Ini juga ada beberapa gambar yang berhasil direkam kamera ponsel saya:
Secara keseluruhan, perjalanan ini sangat menyenangkan! (pelukislangit)
Metro Resort, Pratunam, Bangkok
9 Agustus 2013/ 00:35