(REPOST circa 2006) Sebuah Era Pure Saturday Diakhiri: Selamat Jalan, Satria

IMG_0667

*) Tulisan ini ditulis tahun 2006. Dipost ulang untuk mengingat sebuah memori lama tentang perpisahan yang pernah singgah di tubuh Pure Saturday. Iyo, pada kenyataannya tidak pernah meninggalkan band ini. Sekarang, pada saat tulisan ini dipost kembali, Udhi dan Adhi menyatakan berpisah dengan Pure Saturday. Patah hati. Selamat membaca.

Sembilan belas lagu, aura sedih, performa yang begitu menyenangkan, dua vokalis bermain bersama entah untuk kali keberapa, dan sang legenda menutup satu era musikal mereka.

Belakangan ini, Bandung punya hujan yang tidak pernah mau memberikan kompromi. Hari itu, Sabtu, 23 Desember 2006, salah satu legenda scene independen Indonesia, Pure Saturday, memainkan set terakhir mereka bersama dengan Satria Nur Bambang, vokalis mereka. Satria Nur Bambang, biasa dipanggil Iyo, mengundurkan diri dari Pure Saturday.

Ketika dirilis untuk orang banyak, berita ini memang sangat mengejutkan. Dari segi luaran, band ini hampir tidak punya konflik berarti yang bisa dicium oleh orang luar. Seolah mereka adem ayem saja. Frekuensi bermain pun tidak kurang. Semuanya normal. Tapi, band itu merilis sebuah berita mengejutkan: Iyo mengundurkan diri dari band itu. Mereka membuka pintu seluasnya untuk mengaudisi vokalis baru untuk mengantikannya.

Umur Iyo, sebagai vokalis, bersama band ini tidak panjang. Kurang lebih hanya dua tahun. Dan ia menggarap album terakhir Pure Saturday, Elora, sebagai album pertama sekaligus terakhirnya bersama dengan band ini.

Pada awal kemunculannya, Iyo memang menuai banyak cercaan. Karena sebenarnya, secara obyektif, ia tidak punya modal yang cukup secara skill untuk menjadi personil Pure Saturday. Ia tidak bisa bernyanyi dengan mantap dan ia tidak bisa bermain gitar. Ditambah lagi personanya yang lebih dulu dikenal sebagai pemain bas kelompok rock ugal-ugalan Teenage Death Star. Modalnya hanya cinta tulus akan band ini. Pure Saturday pada waktu itu sedang dilanda kebingungan mencari vokalis setelah vokalis lama, Suar Nasution, mengundurkan diri.

Itu tercermin dari beberapa pertunjukan awal Pure Saturday bersama Iyo. Beberapa set berakhir dengan kekecewaan. Karena Iyo tidak bisa menggantikan Suar Nasution dengan maksimal. Tapi, kontroversi pasti selalu menemukan akhir. Cinta orang akan Pure Saturday ternyata lebih besar. Tekanan pun berlalu begitu saja. Orang mulai menerima bahwa Pure Saturday yang hari ini memasukan Iyo di dalam, sebagai vokalis.

Satu tahun terakhir, band ini melenggang mulus dengan figur baru Iyo sebagai vokalis. Ditambah lagi, dalam beberapa penampilan spesial, Suar Nasution ikut naik panggung. Dan Pure Saturday, tetap menyandang status mereka sebagai legenda hidup dengan selalu memainkan set panjang ketika bermain di acara komunitas mereka. Harus disadari dengan besar hati bahwa set panjang itu memerlukan ketahanan fisik yang luar biasa hebat. Dan seorang vokalis band yang berani memainkan set panjang, adalah seorang vokalis band yang luar biasa hebat. Kalau dikorelasikan dengan status Iyo, berarti ia punya pemahaman maksimal tentang posisinya sebagai vokalis baru Pure Saturday yang dicerca orang karena tidak dapat menggantikan kharisma Suar Nasution yang begitu besar.

Memang adalah sebuah kesalahan membandingkan vokalis lama dengan vokalis baru. Bagaimanapun juga, itu sebuah era yang lain. Iyo memulai sebuah era baru bersama dengan Pure Saturday. Dengan pemahaman dasar bahwa band ini harus terus bermain dan tidak boleh mati begitu saja kendati vokalis aslinya mengundurkan diri.

Itu yang banyak tidak disadari orang yang berebut meletakan cercaan mereka pada Iyo dan Pure Saturday. Itu kesalahan mereka.

Sampai akhirnya Iyo mengundurkan diri, band ini terus harus berjalan. Adalah tidak bijak menahan kepergiannya. Toh, ia juga punya cerita lain yang harus dilanjutkan. Iyo pergi meninggalkan singgasananya. Apapun sebabnya, itu adalah masa lalu, Pure Saturday menutup satu lagi bagian kisah panjang mereka.
***

Tiket pertunjukan sudah habis terjual pukul 19.00. Banyak yang hanya bisa duduk terdiam mendapati mereka tidak bisa masuk ke Auditorium CCF, Bandung. Tempat pertunjukan diselenggarakan. Sebenarnya ini bukan acara khusus untuk Pure Saturday.

Mengenai tiket pertunjukan, sebenarnya ini sudah merupakan budaya yang harus dirubah. Penonton yang punya niat untuk datang ke sebuah pertunjukan sudah saatnya punya rencana sejak jauh-jauh hari dengan membeli tiket pre-sale. Jadi, ketika datang ke venue, sudah tidak perlu mencari tiket lagi. Hanya tinggal punya tugas untuk mengantri masuk. Jika tidak mempersiapkan, ya siap-siap untuk kecewa.

Tajuk acaranya sendiri adalah Les Voila: Final Edition. Line up bandnya: Rock N’ Roll Mafia, Homogenic, Zeke and the Popo, The Milo, dan Pure Saturday. Cherry Bombshell batal bermain karena vokalis mereka harus bersiap untuk melakukan persalinan. Mendadak memang. Tapi, mau bagaimana lagi.

Bisa ditebak, Pure Saturday akan menutup acara ini. Sebelumnya, Pure Saturday sempat bermain dengan Suar Nasution sebagai vokalis utama mereka di launching film 6:30 beberapa waktu yang lalu. Syukur, mereka menjadikan panggung Les Voila ini sebagai panggung terakhir mereka bersama Iyo. Pertunjukan dimulai. Beberapa orang anggota rombongan Pure Saturday sudah datang ke venue. Tapi tidak tampak batang hidup Iyo.

“Mungkin ia datang belakangan,”ujar saya dalam hati. Jujur saja, pertunjukan terakhir Pure Saturday bersama dengan Iyo tidak pantas untuk dilewatkan. Karena ini sejarah.

Bagaimanapun juga Iyo sudah mewarnai perjalanan Pure Saturday. Ia yang memberikan darah segar ketika band ini hampir berhenti. Satu demi satu penampil unjuk gigi. Diawali dengan Rock N’ Roll Mafia yang akan merilis album kedua mereka dalam waktu dekat. Lalu Homogenic yang membawa dua orang penari. Zeke and the Popo dengan set bising mereka. Serta terakhir The Milo yang membawa naik Widi bekas vokalis Cherry Bombshell, sekarang ada di sebuah band bernama Lass- untuk bernyanyi di sebuah lagu baru. Mereka juga memainkan banyak materi dari album kedua mereka yang tidak kunjung dirilis. Sisanya, ya Pure Saturday.

“Semoga mereka main set panjang malam ini,” ujar saya lagi, berharap. Perlu diketahui, selama dua tahun penyelenggaraannya, Les Voila hampir selalu selesai tepat waktu, pukul 23.00. Ini karena kebijakan CCF yang memang ikut serta memfasilitasi acara ini.

Pada saat itu, waktu menujukan pukul 22.30. Saya berharap terus di dalam hati, jangan sampai Pure Saturday hanya memainkan set sepanjang tiga puluh menit atau maksimal empat puluh lima menit. Karena malam ini seharusnya spesial.

Satu demi satu kru panggung mereka naik ke atas panggung. Menyetel satu demi satu alat yang akan dimainkan. Begitu MC menyebutkan nama band ini, penonton merapat. Saya ada di bibir panggung bersama sejumlah teman.

Satu demi satu personil band ini naik ke panggung. Termasuk Iyo.

“Halo. Selamat malam. Malam ini ini kita akan main banyak lagu,” Iyo membuka pembicaraan. Di depan mata saya, ada sebuah kardus yang dijadikan setlist mereka malam itu. Saya mengintipnya. Benar, banyak sekali deretan lagu di setlist itu. Berarti saya tidak akan kecewa. Mereka akan memainkan banyak lagu malam itu. Semoga saja tidak dihentikan karena keterbatasan waktu. Semoga pula orang CCF mengerti bahwa salah satu band besar dari scene independen lokal sedang mengakhiri satu era musikal mereka dengan elegan.
***

Iyo seperti memainkan set biasa malam itu. Tidak ada guratan emosi kehilangan yang ketara di wajahnya. Begitu juga personil lainnya. Mereka memainkan sebuah pertunjukan spesial yang tidak terlalu spesial, sepertinya.

Beberapa kali ia bicara bahwa kepergiannya dari band ini bukan merupakan sebuah perpisahan, karena ia sudah menjadi keluarga besar band ini. Sama seperti penggemar-penggemar mereka.

Dari pinggir panggung, terlihat lebih spesial lagi. Rami, anak Iyo duduk di pangkuan Adan, kepala kru panggung Pure Saturday. Sepertinya ia ingin menikmati pertunjukan terakhir ayahnya bersama band ini. Tapi ia tidak lama duduk di sana.

Pada lagu keempat, Iyo mempersembahkan lagu itu kepada anaknya. “Ini lagu Pure Saturday kesukaan anak gue, Tutur Gelap,” ujarnya sembari menengok ke arah kanan panggung tempat anaknya duduk. Sayang Rami sudah tidak ada di sana. Entah kemana.
Testimoni pun meluncur deras dari mulut Iyo malam itu.

“Di kanan gue, yang main gitar, namanya Arief. Ini orang paling lucu yang ada di Pure Saturday. Dia selalu keluar dengan lelucon bagus ketika kita lagi di jalan,” sembari melihat Arief yang lalu ditingkahi dengan sikap menolak plus tawa yang membuncah dengan deras.

“Di belakang gue ada Ade yang main bas. Dia nih anak gunung banget. Makanya penampilannya paling anak gunung di Pure Saturday. Suka pake kupluk. Orang ini adalah easy going man di band ini. Mau diajak apa aja, hayuk,” tatap mata Iyo kuat menyorot Ade yang tegap berdiri persis di belakangnya.

“Di ujung sana, ada Udhi. Dia merupakan orang yang paling suka punya konflik sama yang lain untuk urusan musikal. Setiap yang lain bilang apa, dia pasti selalu keluar dengan pandangan yang lain. Tapi, kadang itu yang bikin band ini keluar dengan output yang bagus,” pujinya pada Udhi yang bersembunyi di belakang set drum.

“Di kiri gue, ada Adhi, main gitar. Dia ini otak di balik hampir semua lagu bagus Pure Saturday. Biasanya, dia selalu keluar dengan kord-kord aneh yang bahkan sampai sekarang gue nggak tau namanya apa. Dia juga yang ngajarin gue main gitar,” kali ini sorot matanya bergerak pada sosok Adhi yang berdiri tenang di sayap kanan panggung, sebelah kiri Iyo.

“Terima kasih juga untuk semua orang yang sudah bantuin Pure Saturday pas manggung,” ujarnya menutup testimoni itu.

Highlight malam itu adalah ketika masing-masing penonton ikut bernyanyi bersama Iyo. Mulai dari anthem Coklat yang diletakan di awal set. Elora yang begitu mendayu. Pulang, lagu yang jarang dimainkan di atas panggung menurut pengakuan mereka. Hingga pujian untuk Platon yang mengawali video pertama Iyo bersama Pure Saturday, Awan.

Bagian yang juga tidak bisa dilewatkan adalah ketika mereka memainkan Gala dan Labirin. Dua lagu berat yang ternyata punya hati di banyak penggemar Pure Saturday.

Puncaknya ketika Iyo mengundang vokalis lama mereka, Suar Nasution, untuk naik ke atas panggung dan berbagi panggung.

“Yang ini jantungnya Pure Saturday, dia selalu ada,” sambutnya mengundang Suar naik ke atas panggung.

Mereka menyelesaikan enam lagu terakhir malam itu dengan Desire untuk mengawalinya. Suar tidak memainkan gitar dan terlihat sangat kikuk di atas panggung. Untung ada tamborin yang sedikit menyelamatkan malamnya.

Sewaktu melantunkan Kosong, Suar yang mengambil alih vokal utama, juga melakukan kesalahan melafalkan lirik. Membuat beberapa penonton yang bernyanyi bersama terkecoh. Silence juga begitu emosional. Setidaknya menurut saya. Lagu itu begitu keras untuk dilantunkan bersama.

Ketika Buka dimainkan, Iyo menceburkan dirinya ke lautan penonton. Moshing yang hampir tidak pernah didapatkan di dalam set Pure Saturday di Bandung. Kejutan tidak juga dihentikan oleh band ini. Penonton, termasuk saya tidak pernah berpikir mereka akan bermain sepanjang ini. Pada bagian akhir set mereka, saya sudah menduga bahwa Enough akan dimainkan. Ternyata saya salah.

Mereka mengkover Vapour Trailnya Ride. Perilaku lama yang tidak pernah dilakukan dalam beberapa tahun, sepertinya. Itu lagu yang mengejutkan. Sekaligus elegan untuk menutup era mereka bersama Iyo.

Sembilan belas mengalun malam itu. Lebih dari cukup. Set mereka selesai sekitar pukul 00.30. Dua jam setelah mereka mengawalinya. Begitu selesai, tidak pernah ada Enough di dalam set mereka malam itu.

Satu era Pure Saturday berakhir. Selanjutnya, mereka akan merilis kompilasi lagu-lagu mereka yang direkam ulang. Selanjutnya juga, mereka akan mencari vokalis baru lewat sebuah audisi. Cerita band ini akan selalu berjalan. Belum waktunya untuk diakhiri.
Selamat jalan, Satria Nur Bambang, apapun itu, engkau sudah memberi tanda manis untuk Pure Saturday. Terima kasih sudah pernah menjadi bagian Pure Saturday. Kalau kata Vapour Trail, “”We never have enough time to show our love.” (pelukislangit)

*) Felix Dass: Seorang penggemar yang kehilangan.
*) Foto oleh Donny Pandega, yang dipinjamkan ke saya untuk kepentingan pemuatan artikel Pure Saturday di The Jakarta Post.
*) Artikelnya bisa dicek di sini: http://www.thejakartapost.com/news/2013/07/28/pure-saturday-defying-pop-levity.html

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: