Saya selalu percaya bahwa musik adalah senjata. Sejak pertama kali berkenalan dengannya lewat sebuah penolakan halus dari ayah saya untuk membelikan album soundtrack Batman Forever yang menurutnya dulu belum seharusnya saya dengar, ia mengemas dirinya dengan sangat baik untuk menciptakan citra tersebut.
Ada banyak keadaan di mana saya dipaksa untuk menerima coolness-nya musik sebagai sebuah alat perjuangan. Scene independen Bandung dan Jakarta memberikan warnanya, begitu juga revolusi industri musik lokal yang memberi ruang pada metode penyewaan lagu murahan model RBT dan sederet turunannya, hingga yang terkini: invasi budaya.
Musik, sudah barang tentu adalah sebuah produk budaya yang bisa dirasakan. Sulit dan cenderung tidak perlu mendebatnya. Tidak perlu mencari penjelasan ilmiah dan referensi yang akan membuat kening kita mengernyit dan tampak sedikit lebih tua, musik bisa dirasakan merasuk ke banyak elemen hidup.
Dengan digdaya, musik menyeruak menjadi sebuah kebutuhan berekspresi; macet di tengah jalanan, mencari jati diri atau bahkan menjadi lagu tema perkelahian domestik.
Indonesia, adalah pasar yang besar. Dengan segenap kemampuannya menyesuaikan diri, musik selalu hadir sebagai budaya masif yang mendominasi jagat hiburan. Film pernah absen lama, tari-tarian juga cenderung terpinggirkan, teater menjadi eksklusif, tapi musik selalu ada di sana.
Yang melekat di identitas generasi saya berbeda dengan apa yang ada sekarang. Begitu juga sebelumnya. Ada macam-macam elemen pembeda yang membuat rekam jejak musik sebagai agen budaya bergantungan memberi pengaruh pada hidup manusia.
Histeria kadang bisa jadi faktor penyeragam. Berdasarkan pengalaman, saya pernah melihat mantan kekasih histeris mengetahui Westlife datang ke Indonesia atau seorang lelaki 30-an menangis keras melihat Iwan Fals memimpin Kantata menyanyikan lagi Kesaksian beberapa dekade setelah lagu itu dirilis dan memberikan efek kenangan mendalam di diri banyak orang.
Histeria mendefinisikan betapa besar cinta yang dimiliki untuk satu sosok kemasan musik. Yang paling baru dan mencuri perhatian adalah generasi musisi K-Pop yang menyebarkan virus mematikan lewat musik mereka.
Musik K-Pop ini adalah milih generasi hari ini, mereka yang tetap merasa perlu untuk mengekspresikan diri.
Kalau disuruh menyebutkan satu demi satu artisnya, mungkin saya akan jadi orang paling bodoh di dunia yang tertinggal derasnya arus informasi yang membuat semua paham, siapa si A dan siapa si B. Tapi, ini gelombang besar yang kekuatannya bisa seperti Inggris ketika mendominasi musik dunia di 90an. Atau Elvis Presley yang memimpin kereta rock n’ roll menjamah segenap penjuru dunia.
Saya memosisikan ada di luar scene musik K-Pop ini di Indonesia. Saya melihat gerakannya. Ini revolusi budaya.
Korea yang kita –atau mungkin saya— tahu sebelumnya, mungkin hanya sebatas segerombolan pabrik penghasil alat elektronik yang ciamik. Tapi, apa yang kita punya sekarang di buku menu? Musik!
Secara masif, mereka menguasai banyak hidup anak muda di Indonesia. Yang bangun-makan-mandi-keluar rumah-ngerumpi-nonton-tidur semuanya diisi dengan ke-Korea-an. Yang cinta luar dalam sama band tertentu, rela mengoleksi banyak hal dan menangis tersedu-sedu kalau dikecewakan karenanya.
Ada banyak alasan yang bisa digali. Itu juga perlu pembahasan panjang. Obyektifnya bukan itu. Tapi lebih ke memotret sebuah pesta perayaan.
Music Bank Jakarta adalah contohnya. Mengokupasi stadion terbesar di negara ini dan membaptisnya menjadi ladang konser invasi Korea, adalah sebuah perjudian yang besar. Bisa jadi, perhitungan presisinya mendekati, bahwa memang pasarnya ada sebesar itu.
Saya familiar dengan stadion itu. Saya tahu persis perlu berapa banyak orang untuk membuatnya bergelora. Kalau tidak acara partai yang penuh orang bayaran, ya pertandingan sepakbola yang penuh drama. Tidak banyak yang punya nyali untuk menyelenggarakan pertunjukan musik di sana.
Apa sih sebenarnya Music Bank?
Untuk orang awam seperti saya, mungkin penjelasan ini masuk akal:
http://en.wikipedia.org/wiki/Music_Bank_%28TV_series%29
Mungkin pembanding yang paling mudah untuk menggambarkan acara ini adalah Dahsyatnya RCTI. Mungkin.
Dan, ini halaman penjelas yang membuat kita semua sadar bahwa invasi ini datang ke Jakarta:
http://www.kiostix.com/tuk_kiostixevt/kbs-music-bank-world-tour-in-jakarta-2/
Selamat meluangkan waktu. Selamat berencana.