Diselamatkan (oleh Negara)

Processed with VSCOcam with g3 preset

Beberapa hari yang lalu, negara menyelamatkan saya dari perilaku korup. Menyenangkan di akhir cerita karena ada pelajaran manis yang bisa dicatat sekaligus dibagi ke orang yang lebih banyak. Kasusnya: Bayar pajak kendaraan dan bikin paspor baru.

Saya mungkin tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia kebanyakan dalam hal berperilaku dalam urusan dengan kantor pemerintahan; masih percaya bahwa selalu perlu jalan belakang untuk membuat sejumlah urusan birokrasi cepat kelar. Kebutuhan untuk cepat kelar muncul karena memang kesibukan tidak memberi ruang untuk banyak berurusan dengan sistem birokrasi Indonesia yang lelet dan terlalu banyak pintu.

Birokrasi Indonesia, berdasarkan pengalaman, membuat kita cenderung jadi orang yang defensif. Saya masih ingat betapa naik pitamnya saya ketika tidak diperkenankan untuk mengambil gambar untuk E-KTP karena hanya menggunakan kaos. Padahal, di surat undangan hanya ditulis “Menggunakan pakaian rapi”.

Kaos ternyata bukan pakaian rapi menurut pemerintah. Kenapa tidak ditulis saja “Dilarang menggunakan kaos”. Jelas. Tidak menimbulkan persepsi bersayap. Tidak bertele-tele.

Karena traumatis, saya cenderung pasang kuda-kuda darah tinggi kalau berurusan dengan pemerintahan. Tapi, di sisi lain ingin cepat beres. Harus diakui, bahwa itu perilaku yang salah. Saya mengakuinya.

Ada banyak wajah yang telah diubah oleh pemerintah beberapa tahun terakhir. Ada hal mendasar yang diganti pola pikirnya; kalau ingin memberikan uang ke pemerintah, maka dimudahkan jalannya.

Mereka mencoba mengubah paradigma. Ala pebisnis. Karena memang harusnya seperti itu. Urusan pajak harusnya dibuat mudah. Masa mau memberikan uang masih harus dipersulit lagi?

Saya harus mengurus pajak mobil. Karena tidak tahu prosedur, saya bertanya kiri-kanan. Orang di sekitar mengenalkan pada sejumlah calo yang pernah mereka gunakan. Katanya, uang jasanya tidak mahal. Ganjarannya tidak perlu menunggu lama.

Setelah berkomunikasi, saya janjian dengan salah seorang calo. Celakanya, lokasinya ada di Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur. Membuat saya harus berangkat lebih awal. Singkat cerita, saya bertemu muka dengan seorang calo yang mau membantu.

“Pak, bapak coba cek fisik dulu. Saya tunggu di sini ya,” ujarnya. Jadilah saya meluncur ke sisi cek fisik di bagian lain kantor itu. Setelah memindahkan kendaraan, ternyata antriannya hanya dua mobil. Tidak banyak. Total menunggu hanya dua menit. Mengerjakannya lumayan lama, sekitar lima menit. Karena petugasnya harus menggesek nomor rangka mesin saya yang terlalu kotor karena mobilnya sudah lama tidak dicuci.

Tiba-tiba ponsel berdering. “Pak, saya nggak bisa bantu hari ini. Ada razia. Maaf ya, barusan dikasih tahu. Jadinya saya pulang lagi nih. Kalau mau siangan saja, pak,” ujar si calo. Oh, lupa bilang, calo yang saya gunakan penampakannya sama sekali tidak stereotip; ibu-ibu berjilbab, tampang ibu rumah tangga yang bisa masak sayur asem enak dan tampak sangat santun.

Saya mendadak bingung. Refleks, saya langsung bertanya proses selanjutnya pada petugas cek fisik. Dia bilang, prosesnya mudah kalau dijalankan sendiri. Ikuti petunjuk darinya dan beres. Tapi, dia meminta tip, “Ya Rp.10.000,00, pak,” ujarnya sembari menyerahkan hasil cek fisik saya. Padahal di seberang ditulis besar-besar bahwa pemeriksaan ini tidak kena biaya tambahan dan sudah termasuk di dalam biaya yang dibayarkan di dalam nanti.

Petugas itu benar. Selanjutnya langkah-langkahnya jadi seperti buku teks; mudah ditebak. Setelah cek fisik, saya masuk ke loket di dalam gedung untuk menyelesaikan tahapan-tahapan berikutnya. Cek fisik harus dilakukan karena kebetulan saya mengganti plat nomor tahun ini. Kalau tidak ganti plat nomor, ya tidak perlu cek fisik.

IMG_6554

Pemerintah, dalam hal ini Dispenda, masih menyimpan sedikit romantika masa lalu. Mereka masih bodoh untuk urusan menyusun informasi urutan proses yang harus dilakukan. Atau pura-pura bodoh? Entahlah. Yang jelas, alurnya tergambar dengan rumit di papan informasi yang mereka punya di lobi gedung pelayanan satu atap itu.

Tapi saya buat mudah dengan pointers di sini. Ini tahapan standar bayar pajak mobil:
1. Cek fisik (hanya kalau ganti plat, antrian maksimal tiga mobil di depan)
2. Ke lobi pendaftaran, seluruh persyaratan harus dibawa, siapkan juga kopinya
3. Tunggu dipanggil di lobi pendaftaran untuk klarifikasi dokumen
4. Tunggu dipanggil lagi untuk diberikan kuitansi pajak yang harus dibayar
5. Antri di loket pembayaran
6. Tunggu bukti bayar
7. Kalau ganti plat, bawa bukti bayar ke tempat ambil plat
8. Tunggu plat jadi

Seluruh proses ini totalnya makan waktu sekitar satu jam. Tidak lebih. Itu juga kalau ada poin nomor delapan. Kalau tidak perlu ganti plat, bisa lebih cepat. Anda tidak perlu calo, bukan?

Tapi, namanya berurusan dengan pegawai negeri, mereka agak saklek untuk urusan jam kerja. Usahakan datang di waktu normal di mana jam istirahatnya tidak panjang. Kalau ketemu Jumat yang jam istirahatnya kelewatan lama atau Sabtu yang jam kerjanya pendek, lebih baik datang sepagi mungkin. Pelayanan dimulai pukul delapan pagi. Tepat.

Oh ya, semua kebutuhan juga tersedia di sana. Kalau perlu fotokopi, ada kedainya. Harganya terjangkau. Kalau mobil bukan atas nama sendiri dan perlu surat kuasa, ada yang menjual blangko kosong bermaterai yang tinggal kita isi dengan nama dan berbagai macam keterangan lainnya.

Processed with VSCOcam with c1 preset

Pengalaman kedua adalah mengurus paspor. Waktu itu, saya harus pergi ke Singapura menyaksikan salah satu band favorit saya, Belle and Sebastian, bermain. Paspor saya habis halamannya semenjak perjalanan terakhir bulan November 2014 yang lalu. Jadi, mau tidak mau harus membuat paspor baru.

Saya punya kecenderungan buruk menunda-nunda sebuah pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan lebih awal. Karena punya pengalaman buruk sewaktu mengurus paspor di Depok tahun 2010 lalu, saya juga cenderung agak malas mengurusnya. Sampai waktunya tiba, mau tidak mau, dokumen itu harus saya urus.

“Coba online saja, Lix,” kata seorang kawan di kantor yang merespon kebingungan saya akan harga paspor di calo yang bisa tiga kali libat dari seharusnya. Memang, bisa selesai cepat. Tapi akhirnya saya mencoba sistem online.

IMG_6822

Lewat sejumlah penelusuran, sistem online ini praktis. Tapi sayang, halaman situsnya butut. Jadi, kadang error. Itu yang membuat saya harus mencoba beberapa kali untuk melakukan pendaftaran. Untung saja, ujung-ujungnya bisa.

Caranya mudah, tapi sekali lagi, masih agak ribet. Saya kasih pointers lagi ya?

Cara urus paspor online:
1. Daftar di web Imigrasi Indonesia
2. Isi seluruh kolom dan tentukan mau buat paspor di kantor mana
3. Setelah daftar, akan dikirimin kuitansi ke email
4. Kuitansi harus dicetak, pembayaran harus dilakukan di teller di kantor BNI
5. Kuitansi dari BNI harus disubmit sebagai verifikasi web imigrasi
6. Lalu kita bisa menentukan hari apa datang ke kantor imigrasi untuk foto
7. Di hari yang sudah ditentukan, silakan antri di loket khusus
8. Tunggu dipanggil, sementara siapkan seluruh berkas yang diperlukan
9. Ambil foto dan wawancara singkat, kalau beruntung fotonya bisa diulang
10. Dapat tanda terima untuk mengambil paspor tiga hari kerja setelahnya
11. Selepas tiga hari kerja, paspor siap diambil dan bisa langsung digunakan

Kalau dibandingkan dengan bayar pajak mobil, ini lumayan banyak dedikasi waktunya. Apalagi kalau tidak ada kantor BNI di dekat tempat kita beraktivitas. Biasalah, inginnya punya layanan online saja, tapi tidak berpikir panjang untuk mempermudah orang yang notabene adalah pelanggan. Bikin paspor itu langganan kok. Plus, sekarang kan pembayaran online juga sudah bejibun. Tapi, yah, namanya juga pemerintah. Ada sistem online saja kita sudah harusnya bersyukur minta ampun.

Total, paspor online bisa selesai dalam waktu lima hari kerja. Tergantung kantor mana yang dipilih. Karena, beberapa cabang kantor imigrasi punya kepadatan yang lumayan banyak. Sebenarnya, tidak perlu datang pagi-pagi. Mereka melayani pendaftaran dan foto sampai dengan pukul 14.00. Take it easy aja. Datang pukul sembilan juga ok kok.

Dua kasus ini membuat saya berhutang pada negara. Mereka menyelamatkan saya dari sebuah lingkaran setan korupsi. Saya berusaha keras untuk setidaknya, ada hanya di satu sisi; pemberi, bukan penerima sogokan. Saya sadar bahwa satu hari nanti, semuanya harus hilang tanpa bekas. Kita sedang berproses dan mari menikmatinya.

Kalau ada teman mau buat dua dokumen ini, saya jelas langsung menganjurkan mereka untuk membuat langsung ketimbang menggunakan jasa calo. Sudah enak kok. Dan tidak perlu waktu lama kan? Yang bayar pajak mobil malah bisa dilakukan di banyak gerai pop-up yang dimiliki oleh Dispenda.

Senang jadi orang Indonesia. Senang, karena diselamatkan oleh negara. Indonesia, sedang berjalan ke arah yang lebih baik. Selamat mengambil bagian. (pelukislangit)

Kantor Cengkareng – 9 Februari 2015
Rumah Benhil – 21 Februari 2015
Untuk Indonesia

Advertisement

Published by Felix Dass

I'm searching for my future, my bright future.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: